Kamis 11 Dec 2014 01:49 WIB

UNHCR Minta Dunia Internasional Selamatkan Nyawa Pencari Suaka

Rep: Satya Festiani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Jenis perahu yang biasa digunakan para pencar suaka dan imigran gelap ke Australia
Foto: ABC News
Jenis perahu yang biasa digunakan para pencar suaka dan imigran gelap ke Australia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) meminta dunia internasional untuk menyelamatkan nyawa para pengungsi. UNHCR mencatat terdapat 348 ribu orang yang menempuh jalur laut dalam pencarian suaka atau migrasi.

Kepala UNHCR Antonio Guterres mengatakan, komunitas internasional telah kehilangan fokusnya untuk memberikan penyelamatan jiwa karena ragu merespons tingginya jumlah orang yang menempuh jalur laut untuk mencari suaka. Beberapa pemerintahan terlihat cenderung menempatkan orang asing agar tetap di luar daripada menegakkan pemberian suaka.

“Ini adalah sebuah kesalahan, dan pastinya adalah reaksi yang salah dalam suatu era dimana sebagian besar orang yang tercatat adalah orang – orang yang melarikan diri dari perang,” ujar Guterres seperti yang dikutip dari siaran pers, Rabu (10/12).

“Keamanan dan penanganan keimigrasian adalah isu penting bagi tiap negara, tapi kebijakan harus di rancang sedemikian rupa sehingga tidak menjadikan nyawa manusia sebagai korban dari hal itu,” lanjutnya.

Data UNHCR menunjukkan bahwa tahun 2014 memiliki data pencari suaka yang tertinggi. Menurut estimasi otoritas pantai, juga berdasarkan informasi pelarangan yang dikonfirmasi dan mekanisme pemantauan lainnya, setidaknya 348 ribu orang telah menempuh perjalanan beresiko tinggi tersebut di seluruh dunia sejak awal Januari.

Secara historis, faktor pendorong utamanya adalah migrasi, namun sejak tahun 2014, jumlah pencari suaka yang terlibat di dalamnya meningkat.

Eropa, dengan adanya konflik di daerah selatan (Libya), timur (Ukraina), dan tenggara (Suriah /Irak), saat ini menghadapi kedatangan dari laut dalam jumlah terbesar.

Meskipun tidak semua orangnya membutuhkan suaka, tapi setidaknya 207 ribu orang telah menyeberangi Mediterania sejak awal Januari. Jumlah tersebut hampir 3 kali lipat sejak terakhir kalinya diketahui sejumlah 70 ribu di tahun 2011 ketika perang sipil Libya sedang mencapai puncaknya.

Untuk pertama kalinya, orang – orang dari negara asal penghasil pengungsi, terutama Suriah dan Eritrea, telah menjadi komponen terbesar dalam arus yang tragis ini, yakni mencapai hampir 50 persen dari jumlah totalnya.

Selain laut Mediterania, setidaknya ada tiga rute laut utama lainnya yang digunakan oleh baik migran, maupun orang – orang yang melarikan diri dari konflik atau persekusi. Di daerah Semenanjung Afrika, sekitar 82.680 orang menyeberangi Teluk Aden dan Laut Merah antara 1 Januari hingga akhir November mereka sebagian besar berangkat dari Ethiopia dan Somalia menuju Yaman atau terus ke Arab Saudi dan negara – negara di Teluk Persia. 

Di Asia Tenggara, diperkirakan sekitar 54.000 orang melakukan penyeberangan melaui laut sepanjang tahun 2014, dengan sebagian besar darinya berangkat dari Bangladesh atau Myanmar menuju Thailand, Malaysia, atau Indonesia. Di Kepulauan Karibia, setidaknya 4.775 orang diketahui telah menempuh jalur laut dengan kapal dalam periode 1 Januari hingga 1 December tahun ini, untuk melarikan diri dari kemiskinan atau pencarian suaka.

Banyak di antara orang – orang ini meninggal atau menjadi korban kejahatan internasional yang terorganisir dalam perjalanannya. Secara global, UNHCR menerima laporan 4.272 kematian tahun ini. Sekitar 3.419 kematian dari jumlah tersebut terjadi di Mediterania.

Di Asia Tenggara, diperkirakan 540 orang meninggal dalam upayanya menyeberangi Teluk Benggala. Di Laut Merah dan Teluk Aden, setidaknya 242 nyawa menghilang sampai dengan Desember 8, sementara di Karibia, jumlah orang yang dilaporkan meninggal atau menghilang hingga awal December adalah 71 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement