Kamis 11 Dec 2014 12:45 WIB

Muslim Kenya Tuntut Perubahan Media Mainstream

Rep: C64/ Red: Winda Destiana Putri
Muslim Kenya
Foto: islamizationwatch.blogspot.com
Muslim Kenya

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Muslim Kenya menuntut perubahan komprehensif terhadap media mainstream dalam memberitakan berita tentang teror.

Mengingat, berita-berita teror selalu mengkaitkan Islam sebagai bagian penyebabnya, sehingga merebaknya Islamophobia di negara Afrika Timur itu.

"Mengapa ketika ada orang dari agama lain yang melakukan tindak pidana, publik tidak melihat agamanya terlebih dahulu, namun tindakannya. Berbeda halnya dengan orang yang melakukan tindak pidana adalah orang beragama Islam," ujar Sheikh Abdallah Kheir, seorang sarjana Muslim dan dosen salah satu universitas di Kenya.

Dilansir Onislam, Kamis (11/12), baru-baru ini terdapat seorang pengkhotbah gereja yang tertangkap dengan bom di sebuah gereja di Kenya. "Namun, media tidak pernah menyebutnya tersangka teroris Kristen? Hal ini adalah standar ganda, yang harus segera diakhiri," katanya.

Ia mengungkapkan keprihatinan atas laporan terbaru dari Media Council of Kenya, lembaga resmi yang mengatur praktek jurnalisme. Laporan itu menyebutkan pemberitaan di media Kenya terkait dakwaan isu terorisme, berdampak sangat tidak adil bagi umat Islam.

Laporan yang berjudul "Mendekonstruksi Teror: Menilai Peran Media dalam Intoleransi Beragama dan Radikalisasi". Laporan itu menyimpulkan bahwa pemberitaan di media terkait isu terorisme sering menyebutkan Muslim sebagai teroris, bahkan teroris yang berpotensial.

Shekh mempertanyakan hal ini kepada media di Kenya, apakah ada hubungannya antara tindakan terorisme dengan Islam dan Muslim. Ia berkata, terorisme Islam, Islam radikal dan ekstrimis Muslim sering dijadikan sebagai mempromosikan Islamofobia dan selalu menghubungkan kejahatan dengan Islam maupun Muslim.

"Media telah menyebarkan narasi dominan yang melabelkan Muslim secara stereotip. Beberapa diantaranya, semua Muslim adalah teroris potensial dan perang melawan terorisme adalah perang antara Muslim dan Kristen," tuturnya.

 

Direktur Eksekutif Dewan Konsultasi Muslim mengatakan, media dapat menemukan garis keras yang lebih dramatis dan menarik bagi mereka. Tapi, sering kali melukiskan kesan yang salah terhadap Muslim. Padahal, mayoritas Muslim di Kenya tidak berpandangan ekstrim.

"Pendekatan seperti itu hanya menjadi bahan bakar ketegangan antaragama di negara ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement