REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Nasib dua terpidana hukuman mati asal Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan masih menilbulkan tanda tanya. Ini terjadi menyusul pernyataan Presiden Jokowi bahwa dia tidak akan mengabulkan permintaan grasi bagi terpidana narkoba.
Dalam reaksinya, pakar masalah Indonesia dari Universitas Melbourne Tim Lindsey mengatakan bahwa di masa lalu para pemimpin Indonesia sudah pernah mengeluarkan pernyataan serupa. Kenyataannya ada juga terpidana hukuman narkoba yang kemudian mendapat pengampunan.
Dua terpidana asal Australia yang tergabung dalam kelompok yang disebut Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan sedang menunggu keputusan mengenai pengampunan yang mereka ajukan. "Menurut saya yang disampaikan oleh Presiden adalah pernyataan mengenai kebijakan, dan bukan hal yang aneh pernyataan ini dikeluarkan oleh Presiden Indonesia." kata Professor Lindsey yang adalah Direktur Centre for Indonesian Law, Islam and Society baru-baru ini.
"Penting sekali kita menunggu mengenai apa yang betul-betul akan terjadi mengenai pengampunan yang diajukan oleh Sukumaran dan Chan."
Menurut Prof Lindsey, masih ada upaya hukum lain yang bisa diajukan, dan proses untuk melakukan eksekusi biasanya juga berlangsung lama.
Saat ini menurut Menteri Kehakiman dan HAM Indonesia, Yosanna Laoly ada 68 terpidana hukuman mati, termasuk Sukumaran dan Chan, yang sedang menunggu proses eksekusi.
Minggu lalu, Kantor Kejaksaan Agung mengatakan lima terpidana yang tidak disebutkan namanya akan dieksekusi bulan ini, setelah Presiden Jokowi tidak mengabulkan permintaan pengampunan mereka.
Menurut lembaga pegiat HAM, Amnesty Internasional, tiga diantaranya adalah mereka terlibat dalam kasus narkoba.