REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Penduduk-penduduk di Mosul, Irak, yang kini di bawah kekuasaan ISIS mendapat selembaran selepas shalat maghrib. Selembaran pamflet berwarna tersebut diberi judul "Tanya Jawab Terkait Perbudakan Wanita dan Kebebasan Mereka".
"Orang-orang berkumpul dan membentuk kelompok-kelompok kecil untuk membicarakan pamflet ini," terang satu dari tiga penduduk setempat pada CNN.
Penduduk yang namanya disembunyikan dengan alasan keamanan tersebut menyatakan para warga merasa terkejut dengan pamflet tersebut. Akan tetapi, di saat yang sama, para warga juga tidak dapat berbuat banyak terkait hal tersebut.
Dalam dokumen tersebut terdapat satu penjelasan terkait penangkapan terhadap wanita. ISIS menyatakan menangkap atau menculik wanita diperbolehkan selama wanita tersebut non Muslim.
ISIS juga menyatakan bahwa budak wanita merupakan para wanita yang diambil oleh Muslim dari para musuh mereka. Dalam dokumen tersebut, ISIS juga menyatakan bahwa diperbolehkan bagi mereka menjual, membeli, atau memberikan budak perempuan sebagai hadiah, karena budak perempuan merupakan properti.
Selain itu, masih banyak lagi pernyataan-pernyataan yang menjustifikasi perbuatan ISIS terkait dengan perbudakan.
Profesor Hukum dari Universitas Seton Hall, Profesor Bernard Freamon, menyatakan pada CNN bahwa tak satupun rasionalisasi yang dijabarkan ISIS masuk akal. Semua argumen yang dijabarkan oleh ISIS sangat salah, munafik, dan sangat ahistoris.
Freamon juga menilai penjabaran ISIS yang membawa nama Islam untuk menjustifikasi perbuatannya merupakan penghinaan terhadap umat Muslim di seluruh dunia.
"Sebuah penyimpangan pidana terhadap hukum Islam, terutama pada sumber utama dari hukum Islam, yaitu Al-Qur'an yang luhur," terang Freamon.