REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK - Thailand diduga tidak menyelenggarakan pemilihan umum hingga pertengahan 2016, mengingat kemungkinan referendum diselenggarakan setelah penyusunan undang-undang dasar selesai, kata akademisi terkemuka Thailand, Ahad (14/12).
Kemungkinan, referendum konstitusi baru, yang diharapkan terbentuk pada pertengahan 2015, memerlukan waktu setidak-tidaknya tiga bulan. Kemudian, meninjau masalah yang muncul selama referendum dan modifikasi rancangan piagam akan membutuhkan tiga atau empat bulan lagi, kata Pornchai Trakulwaranont, wakil rektor Universitas Thammsat.
Thailand mungkin memiliki konstitusi permanen baru pada akhir 2015, katanya, dan menambahkan bahwa ia kemudian akan memakan waktu sekitar empat bulan untuk mempersiapkan pemilihan umum. Untuk konstitusi baru yang memiliki "legitimasi rakyat," perlu untuk mengadakan referendum dan tingkat persetujuan harus mencapai 70 persen atau lebih, kata Pornchai.
Akademisi ini juga menyuarakan oposisi terhadap usulan yang banyak diperdebatkan perdana menteri dan anggota kabinet dipilih langsung ketimbang memilih di antara legislator terpilih seperti di masa lalu.
"Ini akan sangat berbahaya, jika Anda memisahkan DPR dari pemerintahan, Anda tidak dapat mengharapkan sumber kekuasaan lainnya untuk menyeimbangkan badan administratif," tambahnya.
Sebelumnya, jika pemerintah tumbuh terlalu kuat, parlemen bisa melakukan sesuatu tentang hal itu, tetapi setelah pemilihan langsung diadopsi untuk kepala pemerintah masa depan, mereka bisa mengklaim legitimasi untuk melakukan apapun yang mereka ingin lakukan karena mereka dipilih oleh rakyat.