Rabu 17 Dec 2014 10:06 WIB

Gedung Putih: Obama akan Tanda Tangani Sanksi untuk Rusia

Barack Obama
Foto: ap
Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat Barack Obama akan menandatangani undang-undang yang telah disahkan Kongres, yang akan memperketat sanksi terhadap Rusia terkait serangan yang dilakukannya ke Ukraina, kata Gedung Putih, Selasa.

Rencana penandatanganan itu diungkapkan Gedung Putih di tengah pergerakan dramatis yang sedang dialami mata uang Rusia, rubel.

"Presiden memang akan menandatangani undang-undang tersebut," kata juru bicara John Earnest kepada para wartawan.

Kongres AS pada Sabtu dengan suara bulat menyepakati pengesahan "Ukraine Freedom Support Act", yang termasuk memberikan sanksi-sanksi baru terhadap Moskow atas tindakannya mendukung pemberontakan pro-Rusia di Ukraina bagian timur.

UU juga memberikan wewenang --namun tidak secara hukum mewajibkan-- kepada Obama untuk memberikan bantuan militer mematikan dan tidak mematikan kepada Ukraina, termasuk persenjataan antitank.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Senin menyebut sanksi baru itu sebagai tindakan bermusuhan.

Langkah tersebut telah memukul sektor-sektor pertahanan dan energi Rusia dengan adanya sanksi bersyarat yang dijatuhkan terhadap perusahaan-perusahaan yang menjual atau mempertukarkan peralatan militer ke wilayah Ukraina serta Georgia, Moldova dan Suriah.

Sanksi itu dijatuhkan dengan tujuan untuk menghentikan aliran persenjataan kepada para separatis di seberang perbatasan.

Sanksi-sanksi baru akan diterapkan di saat Moskow sedang menghadapi kekacauan ekonomi sebagai dampak dari anjloknya harga minyak.

Mata uang rubel pada Selasa juga jatuh ke titik terendah yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dengan rubel dihargai 80 untuk satu dolar AS.

Obama terus menerus menegaskan bahwa AS akan membuat kesalahan jika mengambil aksi sepihak tanpa berkoordinasi dengan sekutu-sekutunya di Uni Eropa.

Sementara itu, Earnest mengakui bahwa sanksi-sanksi baru yang disahkan oleh Kongres itu, yang akan ditandatangani Obama pada pekan ini, berisiko menjadi "pesan yang membingungkan" bagi sekutu-sekutu AS.

"Ini termasuk beberapa istilah sanksi yang tidak mencerminkan perundingan yang sedang berlangsung," kata Earnest.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Jen Psaki mengungkapkan kekhawatiran yang sama dan mencatat bahwa undang-undang itu juga memberikan ruang bagi Obama untuk melepaskan sanksi jika dianggap perlu.

"Dalam hal ini, Rusia juga masih punya kesempatan untuk membuat pilihan," katanya.

"Kalau mereka memutuskan untuk menjalankan perjanjian Minsk, tentunya ada peluang untuk mengubah haluan sanksi-sanksi yang sudah kita tetapkan," katanya.

Perjanjian Minsk yang dimaksud Psaki adalah kesepakatan gencatan senjata yang dicapai pada 5 September lalu namun tidak berhasil menghentikan pertempuran.

Washington menyambut baik laporan bahwa aksi kekerasan "sudah menurun secara signifikan dalam beberapa hari terakhir ini," kata Psaki, menyebut perkembangan itu sebagai sebuah "sinyal positif".

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement