REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Perdana Menteri Kamboja Hun Sen telah meminta timpalannya dari Thailand, Jenderal Prayuth Chan-ocha untuk memungkinkan para ahli Kamboja memeriksa tumpukan barang antik yang disita bulan lalu dari seorang pejabat polisi senior Thailand yang dipermalukan.
Kasus itu muncul setelah mendengar bahwa kemungkinan harta karun termasuk sejumlah patung Khmer kuno di sita, kata seorang pejabat senior Sabtu (21/12).
"Selama pertemuan dengan Jenderal Prayuth Jumat, Perdana Menteri Hun Sen meminta timpalannya dari Thailand itu untuk memungkinkan arkeolog Kamboja untuk memeriksa artefak yang baru-baru ini disita.
Dia juga meminta pihak Thailand untuk melonggarkan kondisi karena Thailand selalu menuntut 100 persen bukti untuk mengklaim artefak itu," kata Kao Kim Hourn, menteri melekat pada perdana menteri Kamboja, kepada wartawan di Bandara Internasional Phnom Penh setelah Hun Sen kembali dari Thailand.
Menanggapi hal itu, Jenderal Prayuth mengatakan Thailand akan mengembalikan salah satu artefak yang disita ke Kamboja jika negara memiliki sekitar 70 atau 80 persen dari bukti untuk membuktikan bahwa artefak yang dicuri itu dari Kamboja, katanya.
Bulan lalu, polisi Thailand menyita barang antik dalam penggerebekan yang dimiliki oleh Letnan Jenderal Pongpat Chayaphan, mantan komisaris Biro Investigasi Pusat polisi Thailand.
Dalam serangkaian penggerebekan, polisi menemukan kubah bawah tanah menyimpan asset-aset senilai lebih dari 60 juta dolar AS, termasuk sekitar 50 artefak sejarah senilai 1.520.000 dolar AS, menurut satu laporan di surat kabar The Nation of Thailand.
Barang-barang itu ditemukan dari era estate Pongpat sampai ke kerajaan Khmer, Laos, Myanmar, Ayutthaya dan Rattanakosin kuno, kata surat kabar itu, dan menambahkan bahwa di antara barang-barang yang disita adalah 13 dewa dan gambar Buddha yang dibentuk dalam gaya Khmer.
Hun Sen berada di Thailand untuk menghadiri KTT kelima Greater Mekong Subregion dan bertemu dengan Jenderal Prayuth di sela-sela KTT.