Rabu 24 Dec 2014 10:52 WIB

Kisah Pilu Orang Tua yang Ditinggalkan Anaknya Berjuang Melawan ISIS

Fikirye Byrum bersama anak bungsunya
Foto: aljazeera.com
Fikirye Byrum bersama anak bungsunya

REPUBLIKA.CO.ID, KOBANI -- Fikirye Byrum adalah seorang perempuan Kurdi berusia 38 tahun dengan jilbab putih dan sejumlah kerutan yang mulai memadati matanya. Dia tinggal di sebuah apartemen sederhana dengan dua saudara perempuannya, ibu dan empat anak yang tersisa di Provinsi Diyarbakir, bagian timur Turki.

Lalu kemana putra-putrinya? Ternyata mereka, kecuali putri bungsunya, pergi meninggalkan dirinya. Tak sekedar pergi, mereka ternyata berangkat melawan kelompok militan ISIS.

Semuanya bermula ketika Satuan Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) secara terbuka meminta semua orang Kurdi di wilayah tersebut untuk bergabung dengan pertahanan mereka melawan ISIS. Putri Fikirye yang berusia 21 tahun, Evrim, bertanya kepada kepada dirinya tentang perasaannya melihat orang-orang menyeberang ke Suriah untuk membela kaumnya.

"Saya mengatakan kepada Evrim bahwa jika saya tidak punya anak, saya sudah berangkat kesana," kata Fikirye kepada Al Jazeera,  sambil memegang anak bungsunya dalam pelukannya, Rabu (24/12).

Pada April lalu, Evrim meninggalkan sebuah catatan kepadanya disamping tempat tidurnya. "(Dalam catatannya) dia bilang aku tidak perlu khawatir tentang dia," lanjutnya.

Saat itulah ia menyadari Evrim telah pergi dan bergabung bersama Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Evrim adalah anggota ketiga dari keluarganya yang bergabung dengan PKK. PKK adalah sebuah kelompok militan yang melakukan pemberontakan tiga dekade melawan negara Turki dan sekarang terlibat  dalam memerangi ISIS.

Sebelumnya, anaknya yang lain Raperin juga meninggalkan dirinya tiga tahun lalu untuk bergabung bersama PKK. Padahal, saat itu usianya baru menginjak 16 tahun.

Sejumlah keluarga Kurdi di Turki mengaku khawatir anak-anaknya akan bergabung bersama PKK. Belum ada laporan pasti mengenai jumlah orang yang bergabung bersama PKK dalam beberapa bulan terakhir.

Emre, seorang pemilik toko, 48 tahun, dari Diyarbakir, mengatakan bahwa anaknya yang berusia 23 tahun telah bergabung bersama PKK usai merayakan Idul Adha bersama keluarganya.

"Saya marah pada seluruh dunia," kata Emre, sambil menunjukkan foto anaknya.

Walet, seorang aktivis Kurdi, 35, yang bekerja untuk Mayader, sebuah organisasi mengelola pengaturan pemakaman bagi mereka yang kehilangan sanak saudaranya mengatakan sekitar 170 mayat dari warga Turki timur telah diambil dari Suriah sejak Januari lalu. Pada 2012, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mencatat PKK sebagai kelompok teroris paling mematikan di Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement