Selasa 30 Dec 2014 17:37 WIB

PBB Desak Rohingya Diberi Status Kewarganegaraan

Rep: Gita Amanda/ Red: Agung Sasongko
In this June 24, 2014 photo, an ethnic Rohingya boy, who was displaced following 2012 sectarian violence, walks with a mat at Dar Paing camp for refugees in north of Sittwe, Rakhine State, Myanmar.
Foto: AP/Gemunu Amarasinghe
In this June 24, 2014 photo, an ethnic Rohingya boy, who was displaced following 2012 sectarian violence, walks with a mat at Dar Paing camp for refugees in north of Sittwe, Rakhine State, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis Umum PBB menyetujui sebuah resolusi yang diadopsi oleh konsensus pada Senin (29/12), untuk memberikan status kewarganegaraan penuh bagi minoritas Muslim Rohingya. Resolusi yang didukung 193 anggota tersebut juga meminta Myanmar memberikan kebebesan bergerak di seluruh negeri untuk Rohingya.

Aljazirah melaporkan, Selasa (30/12), resolusi menekankan keprihatinan serius Majelis Umum PBB atas perlakuan pemerintah Myanmar terhadap Rohingya. Resolusi mengirimkan pesan kuat, bahwa masyarakat internasional bersatu mendorong perubahan terhadap minoritas Myanmar tersebut.

Resolusi juga meminta pemerintah untuk mengambil langkah-langkah, untuk memastikan Rohingya dapat kembali dengan aman ke komunitas mereka. Pemerintah juga diminta melakukan penyelidikan independen terhadap pelanggaran hak asasi manusia. PBB mempromosikan agar masyarakat di Myanmar dapat hidup berdampingan secara damai.

Selama ini pemerintah Myanmar telah menolak permintaan kewarganegaraan 1,3 juta warga Rohingya. Padahal berdasarkan hukum nasional, mereka yang tak memiliki kewarganegaraan hampir dipastikan tak memiliki hak.

Pihak berwenang Myanmar sempat menawarkan kewarganegaraan asalkan etnis Rohingya bersedia dikategorikan sebagai 'Bengali'. Bengali kerap dikaitkan dengan para imigran gelap dari Bangladesh.

Setelah Myanmar memulai transisi dari kediktatoran menuju demokrasi pada 2011, kebebeasan berekspresi memicu aksi kebencian pada Muslim Rohingya oleh mayoritas Buddha. Kekerasan masal dilakukan massa Buddha dan menyebabkan 280 orang tewas dan 140 ribu lainnya mengungsi. Rohingya kini hidup dalam kondisi apartheid di kamp-kamp dan desa di barat Rakhine.

PBB mendesak pemerintah untuk membiarkan minoritas Muslim Myanmar menyebut diri mereka Rohingya. Mereka juga meminta Myanmar memastikan Rohingya memiliki akses yang sama ke layanan seperti kesehatan dan pendidikan dan mengatasi akar penyebab kekerasan dan diskriminasi terhadap etnis minoritas itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement