Rabu 31 Dec 2014 08:45 WIB

Politikus Islam di Bangladesh Dihukum Mati

hukuman mati (ilustrasi)
hukuman mati (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pengadilan kejahatan perang Bangladesh Selasa kemarin menghukum mati seorang pemimpin Islam setelah ia terbukti melakukan kejahatan dalam perang kemerdekaan tahun 1971 melawan Pakistan tahun 1971.

A.T.M Azharul Islam, 62 tahun, asisten sekjen Jamaat-e-Islami, terbukti bersalah lima dari enam tuduhan termasuk pembunuhan ratusan warga Hindu, perkosaan, penculikan dan penyiksaan, kata para jaksa.

Setelah vonis itu dibacakan, Islam berdiri dan berteriak bahwa hukumannya telah didekte oleh pemerintah. Pengacaranya Tajuk Islam menolak tuduhan-tuduhan itu dan mengatakan ia akan mengajukan banding.

Dilansir dari Reuters, Rabu (31/12) Perdana Menteri Sheikh Hasina tahun 2010 mulai menyelidiki kejahatan-kejahatan perang yang dilakukan selama perang sembilan bulan.

Penyidangan-penyidangan kasus itu membuat marah kelompok Islam yang menyebut tindakan tersebut bermotif politik dan dilakukan Hasina untuk menghancurkan para pemimpin Jamaat-e-Islami, satu bagian penting dari koalisi oposisi.

Lebih dari 200 orang tewas dalam protes-protes keras terhadap pengadilan dan keputusan-keputusannya, sebagian besar mereka pegiat partai Islam dan para anggota pasukan keamanan.

Jamaat menyerukan pemogokan nasional Rabu dan Kamis untuk memprotes vonis tersebut. Bangladesh menjadi wilayah Pakistan pada akhir kekuasaan Inggris tahun 1947 tetapi memisahkan diri tahun 1971 setelah satu perang antara kelompok nasionalis Bangladesh, yang didukung India melawan pasukan Pakistan.

Sekitar tiga juta orang tewas, menurut data resmi dan ribuan orang wanita diperkosa. Pengadilan itu menghukum mati 16 orang, sebagian besar mereka pemimpin Jamaat. Seorang pemimpin Islam telah dieksekusi Desember 2013 silam.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional mengatakan pengadilan itu mengabaikan standar-standar internasional. Pemerintah membantah tuduhan tersebut. Beberapa faksi di Bangladesh, termasuk Jamaat itu menolak melepaskan diri dari Pakistan, tetapi partai itu membantah tuduhan-tuduhan bahwa pemimpin mereka melakukan penyiksaan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement