REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat Selasa mengutuk upaya kudeta di Negara kecil Afrika Barat Gambia dan mendesak warga negaranya sendiri untuk menjauh dari ibu kota sampai situasi tenang.
"Kami sangat mengutuk setiap upaya untuk merebut kekuasaan melalui cara ekstrakonstitusional dan kami menyerukan tenang serta bagi semua pihak untuk menahan diri menjauhkan kekerasan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Jeffrey Rathke.
Rathke mengatakan, kedutaan besar AS di Banjul tetap terbuka di bawah Kuasa Usaha George Staples.
"Semua pejabat kedutaan AS aman dan lengkap dan juga kedutaan kami, dan tentu saja, akan terus memantau situasi seperti yang diungkapkan," katanya.
Juru bicara "sangat menyarankan" warga AS untuk menghindari Banjul.
Sebelumnya sekelompok tentara yang tidak puas telah meluncurkan kudeta yang gagal sementara Presiden Yahya Jammeh berada di Dubai, kata sumber-sumber militer dan diplomatik.
Seorang perwira militer mengatakan pasukan yang setia kepada pemimpin otoriter, yang telah memerintah Gambia selama 20 tahun itu, menewaskan tiga tersangka termasuk dugaan pemimpin, seorang tentara pembangkang.
Seorang petugas, berbicara kepada AFP dari Bissau, mengatakan pembelot yang bernama Lamin Sanneh memimpin serangan bersenjata pra-fajar terhadap istana presiden dengan enam orang.