REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Peristiwa hilangnya pesawat Air Asia QZ8501 pada Ahad (28/12) mendorong anjloknya harga saham perusahaan induknya yakni Air Asia Bhd. Dilaporkan, anjloknya saham menyentuh titik terendah dalam tiga tahun terakhir.
"Insiden Air Asia mengkhawatirkan," kata Manajer Investasi Samsung Asset Management Company di Hong Kong Alan Richardson seperti dilansir dari Bloomberg.
Menurutnya, sentimen investor terhadap industri penerbangan Malaysia sangat terpengaruh insiden hilang dan jatuhnya pesawat yang terjadi secara beruntun dalam jangka waktu yang pendek.
Pemaparan tersebut mengacu pada kecelakaan sebelumnya yang menimpa dua pesawat Boeing 777 milik Malaysia Airlines yang hilang di Samudra Hindia pada 8 Maret lalu. Kemudian disusul ditembak jatuhnya pesawat sejenis di langit Ukraina pada 17 Juli.
Yang terkini, kata dia, yakni insiden jatuhnya pesawat milik maskapai penerbangan Air Asia yang terbang dari Surabaya menuju Singapura.
Dilaporkan, saham Air Asia jatuh 13 persen menjadi 2,56 ringgit. Selain itu, sahamnya pun sempat melemah 8,2 persen pada perdagangan di Kuala Lumpur pada Senin (29/12) pukul 11.31 waktu setempat.
Karenanya, salah seorang sekuritas besar Malaysia, Hong Leong Investment Bank Bhd. mengubah rekomendasi saham Air Asia dari beli menjadi jual serta menurunkan target harganya ke 2,64 ringgit dari sebelumnya 3,15 ringgit.
Tekanan juga menimpa anak usaha lain yakni Air Asia X Bhd yang fokus pada penerbangan internasional. Saham perusahaan tersebut melemah sebesar 6,6 persen di tengah tak banyak berubahnya Indeks FTSE Bursa Malaysia KLCI.