Senin 05 Jan 2015 19:42 WIB

Cegah Terorisme, Inggris Akan Mata-Matai Balita?

Rep: Gita Amanda/ Red: Indira Rezkisari
Balita Menangis (ilustrasi)
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
Balita Menangis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Departemen Dalam Negeri Inggris berencana mengeluarkan kebijakan Anti-Teror baru yang kontroversial. Kebijakan tersebut akan meminta staf penitipan dan pengasuh anak melaporkan balita yang dicurigai berisiko menjadi teroris.

Dilansir dari The Telegraph, Departemen Dalam Negeri meminta staf taman kanak-kanak dan pengasuh anak yang terdaftar untuk melaporkan balita mereka yang berisiko terseret dalam terorisme. Dokumen setebal 39 halaman dikeluarkan Departemen Dalam Negeri dalam upaya meningkatkan pencegahan terorisme.

Dokumen tersebut mengidentifikasikan bahwa, pengasuh anak dan penyedia jasa pendidikan anak usia dini bersama sekolah serta perguruan tinggi memiliki tugas mencegah orang terseret dalam aksi terorisme. Dokumen juga meminta gubernur dan pihak terkait memastikan staf pengasuhan anak mendapat pelatihan, yang mampu memberi mereka pengetahuan dan keyakinan untuk mengidentifikasi anak-anak yang berisiko.

"Mereka harus tahu di mana dan bagaimana merujuk anak dan remaja, untuk mendapat bantuan leih lanjut," ungkap pernyataan Departemen Dalam Negeri.

Seorang juru bicara Departemen Dalam Negeri mengatakan pada The Independent, sekolah memiliki tugas baru yang dapat membantu tindakan pencegahan terorisme dan RUU keamanan. Menurutnya, mereka tak berharap guru dan pekerja penitipan anak menyusup hingga kehidupan keluarga setiap anak. Namun Departemen berharap, para guru maupun staf dapat mengambil tindakan jika ada perilaku balita mereka yang menyimpang atau menarik perhatian.

Ia menambahkan, penting bagi staf dan guru mengajarkan nilai-nilai dasar Inggris sesuai dengan usia. Untuk anak-anak di tahun-tahun awal, hal ini akan membuat mereka belajar mengenai tindakan yang benar dan salah serta menentang sikap dan stereotip negatif.

"Kami harapkan staf memiliki pelatihan yang mereka butuhkan untuk mengidentifikasi anak-anak yang berisiko radikal dan tahu di mana dan bagaimana merujuk mereka untuk mendapat bantuan lebih lanjut yang diperlukan," ujarnya.

Menurutnya, menteri berharap staf akan melaporkan tindakan seperti, komentar anti-semit yang dilontarkan balita mereka. Departemen berharap komentar semacam itu tak diabaikan. Contoh lain dari anak-anak yang berisiko adalah kasus di mana anak Muslim mungkin mengatakan pada gurunya, ia telah diajarkan di sekolah agamanya bahwa semua non-Muslim jahat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement