REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Mungkin sudah banyak yang mengetahui manfaat dari naik kendaraan umum, yakni mengurangi kemacetan. Tapi, studi terbaru di Australia menunjukkan naik kendaraan umum pun bisa memberikan manfaat bagi kesehatan.
Studi terbaru dilakukan oleh seorang dokter di Melbourne, Dr Margaret Beavis. Ia mengumpulkan data dari Departemen Transportasi di negara bagian Victoria yang pernah melakukan survei terhadap 30 ribu orang di kawasan Melbourne dan sekitarnya.
Dalam survei tersebut, warga ditanya soal bagaimana cara mereka berpergian sehari-hari. "Mereka yang menggunakan transportasi umum, tetapi naik mobil sendiri ke stasiun kereta atau bus terdekat, beraktivitas sekitar 30 menit sehari. Sementara mereka yang berjalan kaki dari rumah ke stasiun kereta atau bus terdekat sekitar 40 menit," kata Dr Beavis baru-baru ini.
Menurut Beavis, 30 menit saja sudah cukup berarti bagi kesehatan, karena bisa mengurangi risiko kematian prematur hingga 20 sampai 22 persen. "Para pejalan kaki dan pesepeda, yang kita gabungkan, rata-rata beraktivitas 38 menit sehari. Mereka sangat hebat, karena telah memenuhi aktivitas fisik yang direkomendasikan, yakni 30 menit sehari dan memberikan manfaat yang sangat baik bagi kesehatan," jelas Dr Beavis.
Lokasi juga menjadi jarak, semakin jauh dari pusat kota maka kemungkinan kecil akan memiliki kesempatan melakukan aktivitas fisik.
"...karena keterbatasan transportasi umum juga tujuannya yang menyebar kemana-mana, karenanya mobil hanya menjadi pilihan utama untuk berpergian," jelas Dr Beavis. "Mereka yang masih tinggal dekat pusat kota memiliki kemungkinan enam kali untuk bisa melakukan aktivitas fisik 30 menit sehari dibandikan mereka yang tinggal agak jauh," paparnya.
Dr Beavis pun menjelaskan bagaimana menggunakan transportasi umum bisa lebih menghemat uang untuk pengeluaran yang berkaitan dengan kesehatan. "Jika 10 persen pengguna mobil pribadi mulai menggunakan transportasi umum, setahunnya bisa menyelematkan 89 nyawa dan mencegah 300 penyakit, juga menghemat $10,5 juta (atau Rp 105 miliar) untuk biaya kesehatan dan produktivitas," tegas Dr Beavis.