Sabtu 17 Jan 2015 21:50 WIB

Manusia 'Gerogoti' Penunjang Kehidupannya di Bumi

Bumi
Foto: Nasa
Bumi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru menunjukkan bahwa manusia "menggerogoti sistem pendukung kehidupannya sendiri" dalam 10.000 tahun terakhir. Manusia melakukan itu dengan merusak lahan dan sistem air, memancarkan gas rumah kaca dan melepaskan sejumlah besar bahan kimia pertanian ke lingkungan.

Dua penelitian baru yang dilakukan oleh tim peneliti internasional menunjukkan faktor kunci yang memastikan sebuah planet layak huni bagi manusia, dengan hasil yang mencolok.

Dari sembilan proses di seluruh dunia yang mendukung kehidupan di Bumi, empat telah melewati tingkat "aman" dengan adanya perubahan iklim. Di antaranya, seperti hilangnya integritas biosfer, perubahan sistem lahan dan tingginya tingkat fosfor dan nitrogen yang mengalir ke lautan akibat penggunaan pupuk.

Para peneliti menghabiskan lima tahun untuk mengidentifikasi komponen inti dari planet yang cocok untuk kehidupan manusia, menggunakan ukuran rata-rata jangka panjang yang menjadi dasar untuk analisis.

Mereka menemukan perubahan 60 tahun terakhir yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam 10.000 tahun. Periode di mana dunia memiliki iklim yang relatif stabil dan peradaban manusia telah maju secara signifikan.

Kadar karbon dioksida, 395.5 parts per million (ppm), berada di tingkat tertinggi dalam sejarah, sementara hilangnya integritas biosfer mengakibatkan spesies menjadi punah 100 kali lebih cepat dari sebelumnya.

Sejak tahun 1950, penduduk kota meningkat tujuh kali lipat dan penggunaan energi primer juga melonjak. Sementara itu, jumlah pupuk yang digunakan saat ini delapan kali lebih tinggi, sedangkan jumlah nitrogen di lautan empat kali lipat lebih tinggi.

Semua perubahan ini, menurut penelitian, menggeser bumi menjadi "negara baru" yang menjadi kurang ramah bagi kehidupan manusia. 

"Indikator-indikator ini melonjak sejak 1950 dan tidak ada tanda-tanda mereka akan melambat," kata Prof Will Steffen dari Australian National University dan Pusat Ketahanan Stockholm, seperti dikutip The Guardian. Steffen adalah penulis utama penelitian tersebut.

Dua penelitian yang dipublikasikan oleh Science dan Anthropocene Review tersebut juga menampilkan penelitian ilmuwan dari berbagai negara di antaranya Amerika Serikat, Swedia, Jerman, dan India.

Temuan akan disajikan dalam tujuh seminar di World Economic Forum di Davos yang berlangsung dari tanggal 21 hingga 25 Januari mendatang, demikian The Guardian.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement