REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Nigeria menjadi negara yang paling keras mengecam majalah satir Charlie Hebdo atas pembuatan karikatur nabi Muhammad Saw. Hal itu dianggap wajar karena negara itu memiliki penduduk yang 99 persen beragama Islam.
Seorang wartawan BBC News di Nigeria, Bashir Saad Abdullahi, mengatakan, unjuk rasa yang dilakukan warga Nigeria sebenarnya sangat wajar. Namun, ada hal yang mengejutkan ketika protes berubah menjadi kekerasan yang amat brutal.
“Unjuk rasa serupa yang dilakukan sebelumnya berlangsung damai, namun saat ini tidak dapat dimengerti mengapa menjadi sangat kacau,” katanya.
Sebanyak 10 orang dikabarkan tewas dan 45 rumah ibadah terbakar dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Menurut Saad, ada yang mengatakan bahwa pengunjuk rasa marah karena presiden mereka menghadiri pawai solidaritas di Paris. Acara itu dilakukan sejumlah pemimpin di dunia setelah terjadi serangan terhadap kantor Charlie Hebdo, Rabu (7/1) lalu.
“Presiden Nigeria, Mahamadou Issoufou, menjadi salah satu dari enam kepala negara di Afrika yang menghadiri pawai solidaritas di Paris,” kata Saad.
Selain itu, unjuk rasa juga kemungkinan dipicu oleh adanya kepentingan politik yang membawa kepentingan agama. Hal tersebut berkaitan dengan Boko Haram, kelompok militan Islam dari Nigeria.
“Sejumlah pejabat Nigeria menyelidiki apakah kelompok Boko Haram terlibat dalam unjuk rasa. Mereka hanya mengaku melihat benderanya,” kata dia.