REPUBLIKA.CO.ID,SYDNEY -- Gelombang protes yang melibatkan ratusan pencari suaka terjadi di pusat penahanan imigrasi Australia di Papua New Guinea, Selasa (20/1). Beberapa orang tampak menjahit bibirnya sebagai bentuk protes.
Pihak berwenang kedua negara mengatakan demonstrasi tidak berlangsung lama dan berakhir tanpa adanya insiden kekerasan. Gelombang protes dimulai sejak minggu lalu setelah para pengungsi diberitahu bahwa mereka akan dipindahkan.
Pemindahan akomodasi dilakukan karena mereka rentan diserang oleh pihak yang tidak menyukai mereka di Papua New Guinea. Ketegangan sempat terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Juru bicara dari ketua migrasi Papua New Guinea, Mataio Rabura mengatakan pada Australian Broadcasting Corporation (ABC) bahwa keputusan akhir sedang dinegosiasikan. Namun, tindakan Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton sepertinya bertentangan dengan pernyataan tersebut.
Reuters melihat bahwa polisi anti huru hara tampak memaksa pengungsi keluar. Mereka juga tampak memukul dan berteriak-teriak. ''Ada tingkatan pemaksaan, jika disukai itu yang digunakan,'' kata Dutton pada Sky News.