Kamis 22 Jan 2015 19:20 WIB

Komunitas Muslim Australia Mengutuk Perbudakan yang Dilakukan Tentara ISIS

Red:
Militan ISIS di Irak dan Suriah memperbudak perempuan dari kelompok agama minoritas Yazidi di Utara Irak.
Foto: Reuters
Militan ISIS di Irak dan Suriah memperbudak perempuan dari kelompok agama minoritas Yazidi di Utara Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Komunitas Muslim di Australia mengutuk perbudakan terhadap sejumlah wanita Sekte Yazidi. Mereka menyebut itu adalah perbuatan barbar dan sangat bertentangan dengan Islam.

Pernyataan keras ini disampaikan menyusul pemberitaan yang menyebutkan diduga warga Australia Mohamed Elomar dan Khaled Sharrouf, yang ikut berjuang bersama kelompok teroris ISIS di Suriah dan Irak telah memperbudak perempuan dari kelompok minoritas penganut agama Yazidi di Utara Irak.
 
Dari sekitar 80 orang yang diduga warga Australia yang bergabung dengan pasukan ISIS di kawasan itu, Mohamed Elomar dan Khaled Sharrouf  merupakan yang paling dikenal dan kegiatan mereka juga telah memicu keprihatinan warga Muslim lokal.
 
Berita yang menyebutkan keduanya telah menahan sejumlah budak perempuan telah memicu kemarahan di kalangan anggota senior dari komunitas Muslim di Australia.
 
Juru bicara komunitas Muslim terkemuka, Keysar Trad mengatakan tuduhan ini sangat memprihatinkan.
"Ini tentu saja berita yang sangat, sangat mengganggu, dan kami bersimpati kepada para korban. Kami benar-benar memahami perasaan perempuan-perempuan itu dan orang yang mereka cintai," katanya baru-baru ini.
 
Joumanah El-Matrah, yang mengepalai Pusat Muslim Perempuan untuk Hak Asasi Manusia, juga terkejut. "Dari perspektif Islam, Islam tidak tentu tidak memungkinkan untuk terjadinya perbudakan manusia apalagi menjual mereka," katanya.
 
"Salah satu hal positif tentang Islam adalah justru Islam lah yang memberantas perbudakan, terutama perempuan, yang sebenarnya merupakan praktik cukup umum dalam sejarah di awal kedatangan Islam.
 
El-Matrah mengaku tidak habis pikir bagaimana orang yang pernah berkesempatan tinggal di Australia bisa menjadi pengikut dari paham keji seperti itu.
 
"Ini benar-benar sulit dipahami bagaimana dua pemuda Australia, yang dibesarkan di negeri ini, benar-benar bisa meyakini pandangan yang memperlakukan orang lain sebagai budak dan kemudian memberi label itu sebagai  paham Islam," katanya.
 
"Saya berpikir bahwa banyak tokoh masyarakat dan profesional lain di Australia masih berusaha memahami bagaimana orang-orang muda seperti mereka bisa terjerumus dalam situasi dimana mereka berada saat ini,'
 
Posting Elomar di media sosial mengindikasikan dirinya merupakan tokoh populer dan berpengaruh di kalangan warga Australia yang beralih menjadi tentara ISIS.
 
Posting terbaru menunjukkan dia memiliki hubungan dengan Mahmoud Abdullatif, seorang pria Melbourne yang dilaporkan tewas dalam pertempuran di Suriah.
 
Elomar juga baru-baru ini memposting foto anak Yazidi memegang pistol. Gambar tersebut diberi judul: "Ia mulai mendapatkan ide bahwa ISIS adalah pedoman hidup."
 
Kebrutalan dan paham ekstrim tentara ISIS mengenai Islam sangat tak tertandingi.
 
Setelah menghadiri pengarahan dengan pegawai keamanan AS, Menlu Australia, Julie Bishop mengaku dirinya kini semakin direpotkan dengan ancaman dari pejuang di luar negeri.
 
Banyak kalangan Muslim mengatakan harus ada  lebih banyak upaya yang dilakukan untuk mencegah radikalisasi dikalangan pemuda muslim di Australia.
 
Tahun lalu, Pemerintah Australia mengalokasikan $13.4 juta untuk mendanai program yang bertujuan mencegah pemuda Australia terlibat dalam kelompok ekstrim.
 
Namun sejumlah pemimpin muslim mengaku komunitas muslim belum melihat realisasi dari penggunaan dana tersebut. "Sayangnya dalam waktu satu atau dua tahun atau tiga tahun kita terlena dengan pendekatan berbasis komunitas dan ternyata mendapati kalau hanya komunitas saja yang bergerak melakukan upaya untuk mencegah radikalisasi tersebut," katanya.
 
"Komunitas Muslim sendiri semakin terbuka untuk melakukan kegiatan semacam itu dan mereka juga semakin kompak," tambahnya.
 
"Namun sayangnya, pemerintah justru menarik sumber dayanya dari masyarakat, yang menurut saya merupakan kebijakan yang keliru dan bertolak belakang dengan apa yang terjadi dibanyak negara di dunia menyangkut radikalisasi - dari negara muslim yang dilabelkan sebagai negara berkembang hingga tempat seperti AS dan Inggris dimana pendekatan berbasis komunitas menjadi semakin dianggap penting dilakukan,'
 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement