REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh menangkap lebih dari 7.000 aktifis oposisi sejak gelombang protes dua minggu lalu, Kamis (22/1). Bentrokan keras terjadi selama protes hingga menyebabkan setidaknya 28 orang tewas dan hampir 700 kendaraan rusak karena dibom.
Berdasarkan informasi dari Markas besar kepolisian di Dhaka, 7.000 orang yang ditahan bertanggung jawab atas terjadinya kekerasan dan sabotase. Selain jatuhnya korban, fasilitas umum juga mengalami kerusakan.
Pemimpin oposisi yang merupakan mantan Perdana Menteri, Khaleda Zia menyeru gelombang protes ini untuk memperingati pemilihan umum tahun lalu. Pada Selasa, Perdana Menteri Sheikh Hasina mendeklarasikan mereka sebagai militan pemberontak.
Hasina mengatakan para aktifis tidak terkait dengan politik, tapi dengan terorisme. Menteri perindustrian, Amir Hossain Amu mengatakan sejauh ini setidaknya 7.015 aktifis dan pemimpin kelompok oposisi telah ditahan.
Ia menawarkan imbalan 100 ribu taka atau 1.300 dolar AS untuk informasi yang membawa pada penangkapan pemimpin protes. Pada umumnya, korban tewas merupakan pengendara motor dan supir bus yang terjebak bom.
Masih belum jelas siapa yang meluncurkan serangan-serangan tersebut. Anak-anak dan wanita juga termasuk dalam daftar korban. Di rumah sakit, banyak korban yang terbaring adalah murid dan guru.
Fasilitas transportasi terbengkalai, sekolah ditutup dan suasananya kacau.
"Situasi kami sangat kacau, kami ketakutan," kata seorang pengusaha, Abu Bakar Siddique. Menurutnya sekolah anaknya ditutup, keluarganya takut pergi keluar dan gambar orang-orang terbakar terpampang di koran-koran.
Pendukung Zia memboykot pemungutan suara pemilihan umum sebelumnya dan meminta pemerintah Hasina mengundurkan diri. Mereka menyerukan pemilihan umum dini. Namun Hasina bersikeras pemerintahannya akan berjalan terus hingga akhir kepengurusan pada 2019.