Jumat 23 Jan 2015 03:57 WIB

Mundurnya Presiden Yaman Dinilai Kebuntuan Politik

Rep: C85/ Red: Julkifli Marbun
Bendera Yaman
Bendera Yaman

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Negara yaman menghadapi gejolak baru, setelah pada Kamis (22/1) malam Presiden Abdrabuh Mansur Hadi menyatakan mengundurkan diri. Presiden yang didukung Barat ini menyerah pada pemberontak yang mendesak kemunduran dirinya.

Hadi sendiri menyebut keadaan di Yaman saat ini sebagai "total deadlock", jalan buntu. Kepada parlemen, dalam surat pengunduran dirinya Hadi sempat meminta maaf kepada rakyat Yaman. "Kami meminta maaf kepada perwakilan parlemen dan orang-orang Yaman setelah kami mencapai jalan buntu,"  ujarnya.

Sebuah gerakan pemberontak Syiah, yang dikenal sebagai Houthi,  menguasai sebagian besar ibukota, Sana'a, pada bulan September tahun lalu. Sejak itu, para pemberontak telah terus memperketat cengkeraman mereka di kota, serta memborbardir kediaman Hadi pada Rabu (21/1) lalu.

Pada hari yang sama, Huthi melanggar perjanjian damai dan justru pertempuran meningkat di seluruh kota. Pada hari Kamis, Hadi mengundurkan diri bersama dengan Khalid Baha, Perdana Menteri Yaman.

Yaman sendiri berfungsi sebagai basis untuk Alqaidah di Semenanjung Arab (AQAP). Kelompok ini yang mengaku bertanggung jawab atas serangan teroris di majalah Charlie Hebdo di Paris pada tanggal 7 Januari. Tindakan kekerasan yang terbaru ini memungkinkan AQAP untuk tumbuh lebih kuat.

Huthi merupakan cabang Yaman Syiah minoritas. Tujuan mereka adalah untuk memenangkan otonomi yang lebih besar untuk tanah air mereka di provinsi Saada dan bagian yang lebih besar dari kekuasaan di tingkat nasional. Namun, mereka dicurigai oleh AS dan tetangga Yaman, Arab Saudi, karena hubungan mereka dengan Iran.

Namun keberhasilan para pemberontak dalam menangkap Sana'a dan menyebarkan pengaruh mereka di tempat lain di Yaman - termasuk ke dalam wilayah yang dikuasai oleh AQAP - dipuncaki dengan kemunduran Hadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement