REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY – Dalam laporan tahunan yang dibuat oleh Human Right Watch, Papua Nugini merupakan salah satu negara yang tidak menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia. Pemerintah Papua Nugini dinilai gagal dalam melindungi rakyatnya.
Papua Nugini menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia untuk menjadi seorang perempuan. HRW pun menyoroti kegagalan pemerintah untuk menegakkan perlindungan hukum terhadap kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. HRW mencatat, selama 2014, ketidaksetaraan gender, kekerasan, korupsi, dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh polisi termasuk di antara menekan masalah hak asasi manusia.
"Ada wajah perempuan papua nugini dalam setiap kekerasan yang terjadi disana," kata Direktur Human Rights Watch Australia, Elaine Pearson, Sabtu (31/1). Pearson juga menjelaskan kenyataan yang mengejutkan adalah bahwa mayoritas perempuan di Papua Nugini akan mengalami pemerkosaan atau penyerangan fisik dalam hidup mereka, sementara pemerintah gagal untuk membawa keadilan bagi para korban.
Pada 2013 Human Right Watch mencatat kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu kekerasan yang menimpa perempuan papua. Angka perempuan yang mendapat kekerasan rumah tangga bahkan hingga angka 62 persen dari seluruh total perempuan di Papua Nugini.
Human Right Watch juga mencatat perkosaan menjadi kejadian paling banyak yang diterima oleh perempuan Papua. Disinyalir, pemerkosaan ini terjadi bersamaan dengan protes penambangan yang terjadi di salah satu pulau di Papua Nugini.
Pearson mendesak pemerintah Papua Nugini untuk bisa segera meratifikasi Konvensi Hak Asasi Manusia, dan menjunjung tinggi nilai peradaban manusia sebagai salah satu landasan negara.