REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Wartawan Aljazirah, Peter Greste yang dibebaskan pemerintah Mesir pada Ahad (1/2) lalu, menuntut pembebasan dua rekannya yang masih dipenjara. Ia menyatakan tak dapat beristirahat dengan tenang hingga kedua rekannya juga dibebaskan.
Grester, wartawan Aljazirah yang merupakan warga negara Australia telah dibebaskan oleh otoritas Mesir pada Ahad. Sementara, dua rekannya produser Baher Mohammed asal Mesir dan Kepala Biro Kairo Mohamed Fahmy keturunan Kanada masih dipenjara di Mesir.
Saudara Grester, Andrew Greste mengatakan di Brisbane, bahwa Greste tak akan beristirahat sampai rekan-rekannya dibebaskan. Namun Andrew mengatakan, saudaranya tersebut kini dalam kondisi aman, sehat, dan sangat bahagia. Greste akan kembali ke tempat tinggal keluarganya di Siprus.
"Kami memikirkan Baher, Mohamed dan keluarga mereka," kata Andrew Greste seperti dilansir Aljazirah, Senin (2/2).
Pembebasan Greste dilakukan setelah dunia internasional mengecam keras penahanan tiga wartawan Aljazirah oleh Otoritas Mesir. Aljazirah Media Network menyatakan menyambut baik langkah pembebasan, namun menuntut pembebasan dua rekan Greste.
Dalam sebuah pernyataan, Aljazirah menyatakan akan terus menyuarakan kampanye pembebasan wartawan di Mesir hingga kedua wartawannya dibebaskan. Aljazirah juga meyakini tak hanya wartawannya, wartawan lain yang menjalani pengadilan in absentia juga harus dibebaskan.
Direktur Umum Aljazirah Media Network, Mostefa Souag mengatakan, ia senang mendengar Greste bisa berkumpul lagi bersama keluarganya. Menurut Souag, Greste dan keluarganya mampu mengatasi masalah dengan terhormat dan hal itu merupakan sikap yang luar biasa.
"Integritas Peter tak hanya utuh, tapi telah ditingkatkan oleh ketabahan dan pengorbanan yang ia tunjukan pada profesinya untuk memberikan informasi pada masyarakat," ujarnya.
Direktur Pelaksana Aljazirah Inggris, Al-Anstey mengatakan, ia merasa lega Greste dibebaskan dan ia sedang dalam perjalanan pulang kembali ke keluarganya. Ia juga mengatakan perlunya Mohamed dan Fahmy untuk segera dibebaskan.
"Kita harus fokus bahwa Baher dan Mohamed masih di balik jeruji besi dan beberapa rekan meraka yang dijatuhi hukuman sepuluh tahun in absentia masih dihukum hingga hari ini," katanya.
Seorang pejabat penjara Mesir dan kantor berita resmi Mesir mengatakan, pembebasan Greste dilakukan setelah adanya kesepakatan presidensial. Baik pejabat maupun pernyataan Kementerian Dalam Negeri mengatakan, Greste dibebaskan di bawah hukum deportasi yang baru disahkan tahun lalu. Hukum tampaknya telah disesuaikan dengan kasus Aljazirah.
Greste dan dua rekannya dihukum atas tuduhan bersekongkol dengan Ikhwanul Muslimin, yang telah dicap sebagai organisasi teroris. Mereka juga dituduh menyebarkan informasi dan laporan palsu yang menunjukkan Mesir di ambang perang saudara. Hal itu dianggap membantu tujuan Ikhwanul Muslimin untuk menggambarkan kegagalan Mesir.
Mohammed menerima tambahan tiga tahun penjara untuk kepemilikan peluru, yang menurutnya merupakan suvenir. Tiga wartawan asing lainnya menerima 10 tahun in absentia. Dua belas terdakwa lain dijatuhi hukuman tujuh hingga 10 tahun, beberapa dari merea in absentia.
Pengadilan banding sebelumnya telah membatalkan putusan pada Greste dan dua rekannya pada Januari, serta memerintahkan pengadilan ulang. Namun pengadilan ulang belum dilaksanakan hingga saat ini.
Ketiga wartawan Aljazirah ini diyakini terjebak dalam perebutan kekuasaan regional antara Mesir dan Qatar. Qatar yang selama ini mendanai Aljazirah dianggap menjadi pendukung kuat Muhammad Mursi dan Ikhwanul Muslimin. Pembebasan Greste diyakini mengikuti mencairnya hubungan antara Kairo dan Doha.