Rabu 04 Feb 2015 01:56 WIB

Libya Tangguhkan Larang Pejabat Era Gaddafi Berpolitik

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Winda Destiana Putri
Abdullah al Thinni
Foto: Reuters
Abdullah al Thinni

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Parlemen Libya yang diakui Internasional memutuskan untuk menangguhkan larangan pejabat era Muammar Gaddafi memegang jabatan politik.

Dilansir dari Aljazirah Selasa (3/2) anggota parlemen Tarek al Jerushi mengatakan DPR mendukung penangguhan aturan pengecualian politik hingga konstitusi permanen diterapkan. Saat ini aturan hukum dapat dianggap dibatalkan.

Pada Mei 2013, Kongres Nasional Umum (GNC) membuat aturan melarang pejabat yang pernah bertugas masa Gaddafi September 1969 hingga Oktober 2011 memegang posisi politik. Undang-undang juga melarang mereka berperan dalam BUMN seperti perusahaan minyak nasional, universitas dan badan peradilan.

Namun lawannya menyebut aturan yang diterapkan berada dibawah tekanan dari keompok bersenjata yang mengepung gedung pemerintah di Tripoli hingga disetujui oleh majlis dewan saat masa transisi. Pengesahan undang-undang ini berdampak pada Presiden Mohamed al Megaryef dari GNC mengundurkan diri.

Hingga saat ini tidak ada kepastian hukum sejak parlemen di Tripoli direbut lawan GNC. Senin (2/2) utusan khusus PBB Bernadino Leon mengatakan perundingan perdamaian antara kedua pemerintah akan dilakukan dalam beberapa hari.

Sebelumnya PBB dan salah satu faksi telah melakukan perundingan di kota Ghadames September 2014. Namun pembicaraan tersebut tidak membuahkan hasil. Pembicaraan selanjutnya di lakukan bulan lalu di Jenewa tetapi parlemen Tripoli tidak hadir dan ingin dialog berlangsung di wilayah Libya. Libya mengalami kekacauan sejak pemberontakan NATO untuk menggulingkan Muammar Gaddafi.

Akhir pekan lalu Perdana Menteri Libya Abdullah al Thinni mengunjungi Benghazi namun dihalangi pasukan pengikut jenderal Khalifa Haftar. Pasukan Haftar menyangkal telah memebrikan izin mendarat bagi pesawat yang ditumpangi Thinni.

"Kami tidak puas dengan kunjungan Thinni ke Benghazi karena tidak meminta izin dari komandan tentara dan kepala staf," ujar dia. Sedangkan pertemuannya dnegan komandan garis depan diluar prosedur karena dia tidak memgang komando militer untuk bertemu dengan mereka.

Hejazi menambhakan hanya ketua DPR yang diizinkan untuk memeriksa pasukan sebagai panglima tertinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement