REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- University of Sydney mengumumkan akan mengurangi investasi di bidang bahan bakar fosil sebanyak 20 persen dari portofolio mereka selama tiga tahun ke depan.
Langkah ini diambil menyusul kajian akan pandangan global sekarang ini dengan semakin banyaknya gerakan energi hijau.
Tahun lalu, universitas tersebut mengadakan referendum bagi kalangan mahasiswa mereka dimana 80 persen setuju bagi pengalihan investasi dari bidang bahan bakar fosil.
"Saya kira trend dunia saat ini memang begitu," kata Shane Oliver, kepala strategi investasi perusahaan keuangan AMP Capital Markets di Sydney baru-baru ini.
"Ini semua adalah pilihan, dan pilihan yang diambil karena dasar pikiran bahwa bahan bakar fosil berbahaya bagi lingkungan karena menyebabkan pemanasan global dalam jangka panjang," tambah Oliver.
Saat ini nilai investasi saham Universitas Sydney adalah $ 413 juta, dengan $ 237 juta diantaranya ditanamkan di pasar saham Australia.
Keputusan untuk mendukung perusahaan yang memproduksi emisi karbon lebih rendah, berarti mengalihkan investasi dari banyak perusahaan minyak dan gas Australia.
Namun universitas tersebut mengatakan tidak akan mengalihkan investasi dari perusahaan batubara, yang memasok 85 persen kebutuhan listrik Australia dan karenanya merupakan salah satu sumber polusi terbesar.
Universitas Sydney mengatakan, mereka tidak akan memperhatikan sektor tertentu seperti batubara, namun meminta kepada manajer investasi mereka guna "membuat portofilio yang secara keseluruhan akan menurunkan jejak karbon mereka di dunia."
Salah satu universitas besar lainnnya di Australia, Australia National University (ANU) membuat keputusan kontroversial bulan Oktober lalu ketika mengumumkan akan mengalihkan saham mereka dari tujuh perusahaan gas dan mineral Australia yaitu Iluka Resources, Newcrest Mining, Oil Search dan Santos.
Universitas Sydney mengatakan mereka akan melakukan pengalihan investasi secepatnya dan akan melakukan tindakan lanjutan setelah tiga tahun.