REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Barrack Obama akan meminta persetujuan kongres untuk menggunakan militer dalam menghadapi ISIS pada Rabu (11/2).
Jika diizinkan, hal ini akan menjadi izin pertama yang diminta Obama dalam serangan udara AS terhadap ISIS yang sudah dimulai sejak September lalu. Obama sendiri telah meluncukan kampanye melawan ISIS pada Agustus.
Sebagai catatan, pasukan koalisi pimpinan AS mengklaim serangan udaranya telah menewaskan 7.000 militan ISIS dan berhasil mengambil alih kembali sejumlah wilayah yang sebelumnya dikuasai ISIS di Irak dan Suriah. Rencana Obama ini tidak sepenuhnya berlangsung mulus menyusul terjadinya pro dan kontra di dalam kongres.
Sejumlah anggota kongres menilai Obama telah melangkahi kewenangan konstitusional presiden. Sementara itu, ada juga yang menganggap Obama harus mempertimbangkan pentingnya menggunakan militer dalam mengatasi ISIS seperti yang dilakukan George W Bush kala menyerang Irak pada 2002 dan memerangi Alqaidah serta kelompok-kelompok terkait pada 2001.
Pemimpin Perwakilan Partai Demokrat Nancy Pelosi pekan lalu mengatakan kepada wartawan, Gedung Putih akan mencari persetujuanyang akan berlaku selama tiga tahun. Namun, dia menambahkan belum ada keputusan lebih lanjut mengenai batasan wilayah geografis dan penempatan pasukan.
Ketua Partai Republik dari Komite Hubungan Luar Negeri Senat Senator Bob Corker mengatakan rapat permintaan kepada parlemen ini akan dimulai sesegera mungkin.
Sebelum mengajukan permintaan resmi, pemerintahan Obama telah melakukan konsultasi intensif dengan anggota parlemen. Hal ini sengaja dilakukan untuk mempercepat proses dan mendapatkan persetujuan.
"Sudah ada konsultasi serius dan akan ada konsultasi yang lebih serius," ujar Corker.