Selasa 10 Feb 2015 18:05 WIB

Pemimpin Swedia-Palestina akan Bertemu

Bendera Palestina
Foto: AP
Bendera Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, STOKHOLM -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan bertemu dengan Perdana Menteri baru Swedia Stefan Lofven pada Selasa (10/2) untuk mendapatkan tambahan dukungan dunia bagi kemerdekaan Palestina.

Pertemuan kedua pemimpin itu akan dilakukan setelah Swedia membuat marah Israel ketika menjadi negara utama pertama Eropa mengakui Palestina sebagai negara.

Perdana Menteri dari partai Sosial Demokrat, Stefan Lofven, melalui pidato pelantikannya di parlemen pada tahun lalu mengumumkan bahwa negaranya akan mengakui negara Palestina dan itu mendorong Israel memanggil pulang duta besarnya.

Sejak itu, hubungan Swedia dengan Israel memburuk. Menteri Luar Negeri Swedia Margot Wallstrom membatalkan kunjungan ke Israel pada Januari dan secara resmi beralasan kesulitan penjadwalan. Namun, media melaporkan bahwa Israel tidak akan memberi sambutan resmi kepada Wallstrom.

Pemerintah Swedia, yang berupaya mendapatkan kursi sementara di Dewan Keamanan PBB, sedang mencoba untuk menunjukkan peran internasional dengan menyerukan kebijakan luar negeri feminis dan kritik terhadap Israel.

Kebanyakan negara Eropa Barat belum memberikan pengakuan resmi atas kemerdekaan Palestina, begitu juga dengan Amerika Serikat, meskipun Majelis Umum PBB menyetujui pengakuan Palestina secara "de facto" pada 2012.

Sebanyak 135 negara mengakui Palestina sebagai sebuah negara, termasuk beberapa negara Eropa Timur yang melakukannya sebelum bergabung dengan Uni Eropa .

Wallstrom mengatakan, kesepakatan-kesepakatan bilateral akan ditandatangani selama kunjungan Abbas dan negosiasi perdamaian juga akan didorong.

"Kunjungan tersebut juga memberi kami kesempatan untuk membahas apa yang kami pikir bisa menjadi kontribusi Palestina, dengan harapan melanjutkan perundingan damai," kata Wallstrom seperti dikutip dalam surat kabar "Aftonbladet".

Warga Palestina sedang berupaya membuat wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel dan Jalur Gaza yang diblokade menjadi negara bagian Palestina, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Palestina juga telah berusaha untuk mengelakkan perundingan damai yang masih tertunda, dengan melobi kekuatan asing untuk mengakui klaim kedaulatan negara itu. Resolusi Palestina di Dewan Keamanan PBB menyerukan pembentukan negara Palestina gagal pada Desember 2014 dan telah bergerak untuk bergabung dengan Mahkamah Pidana Antarbangsa (ICC).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement