REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Wakil Sekretaris Jenderal PBB Jan Elisson pada Selasa (10/2) menyerukan dicapainya penyelesaian dalam konflik lama Israel-Palestina, sementara seluruh Timur Tengah menghadapi ancaman teror dan fanatisme.
Ketika berbicara saat pembukaan sidang Komite PBB mengenai Pelaksanaan Hak Asasi Rakyat Palestina, yang Tak Bisa Dibantah, 2015, Eliasson menyerukan diciptakannya sistem PBB, dan menyeru masyarakat internasional serta semua pihak terkait agar berusaha "menghidupkan kembali perundingan bagi penyelesaian dua-negara" dan meningkatkan upaya ke arah terwujudnya jalan ke luar dari kebuntuan.
Meskipun mulanya dirancang sebagai Tahun Solidaris Internasional bagi Rakyat Palestina, 2014 "adalah tahun suram bagi rakyat Palestina dan Israel, dan semua yang mencari perdamaian", katanya atas nama Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.
Musim panas tahun lalu, permusuhan antara Israel dan kelompok bersenjata Palestina di Jalur Gaza mengakibatkan kematian hampir 2.200 orang Palestina dan 72 orang Yahudi.
"Hari ini, Jalur Gaza tetap menjadi tempat yang terkucil di bawah blokade dan menghadapi sebagian besar penderitaan manusia," kata Eliasson, sebagaimana dikutip dari Xinhua, Rabu (11/2) pagi WIB. Ia mendesak negara donor agar menepati janji yang mereka sampaikan dalam Konferensi Kairo bagi pembangunan Jalur Gaza.
Menurut penilaian PBB belum lama ini, sampai saat ini lebih dari 100.000 rumah masih rusak atau hancur, dan lebih dari 600.000 orang terpengaruh. Banyak orang masih tak memiliki akses ke jaringan air kota praja. Listrik pada sampai 18 jam sehari sudah menjadi kejadian sehari-hari.
"Saya menyesalkan bahwa semua pihak sejak itu telah melakukan tindakan sepihak yang telah menambah dalam rasa tidak percaya dan membuat mereka bertambah jauh dari prospek penyelesaian melalui perundingan," kata Eliasson.