REPUBLIKA.CO.ID,PARIS--Islamofobia terus terjadi di sejumlah negara-negara Barat, tak terkecuali Prancis. Badan antirasisme di Prancis mengatakan serangan terhadap Muslim di Perancis telah meningkat tajam sejak insiden penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo beberapa waktu lalu.
Badan antirasisme itu menyatakan serangan terhadap Muslim di Perancis telah meningkat sebesar 70 persen antara 7 Januari hingga 7 Februari 2015. Kantor berita Anadolu mencatat bahwa serangan terhadap umat Islam berupa verbal dan fisik, Kamis (12/2).
Pengawas mencatat ada sekitar 153 serangan terhadap umat Muslim di Prancis dalam kurun waktu tersebut.
"Angka-angka ini menyoroti pertumbuhan Islamofobia di masyarakat Prancis. Namun, mereka tidak sepenuhnya mencerminkan pendangkalan ideologi Islamofobia dan bertindak di ruang publik," jelas juru bicara badan antirasisme tersebut Elsa Ray.
Sedangkan pada tahun lalu, badan tersebut mencatat ada 764 tindakan Islamofobia dimana 22 adalah serangan fisik, 586 tindakan diskriminatif dan 25 serangan terhadap institusi Muslim, khususnya masjid.
Lanjutnya, perempuan terus menjadi korban utama dari Islamophobia, sebesar 81,5 persen, dan sebagian besar dari mereka menghadapi serangan fisik; dalam satu kasus, seorang wanita harus melalui aborsi. Sebagian besar serangan terjadi baik di lembaga-lembaga atau tempat umum.
"Ini menunjukkan bahwa kita menghadapi fenomena struktural. Islamophobia tumbuh dan berakar dalam lembaga," sambungnya.
Ray mengatakan bahwa hanya 22 kasus yang dilaporkan kepada pihak berwenang sepanjang tahun 2014. Dia menjelaskan bahwa korban memilih untuk diam daripada menghadapi proses peradilan yang panjang dan memerlukan waktu dan uang.
Charef Lila yang juga dari badan antirasisme mengatakan pihak berwenang belum memberikan keamanan yang memadai untuk masjid.
"Hanya beberapa petugas polisi yang ada di sejumlah masjid saat Shalat Jumat," katanya.
Lila menambahkan bahwa sejumlah pemimpin masjid di Perancis telah mendesak pihak berwenang untuk memberikan perlindungan, namun ia menambahkan bahwa prosedur untuk itu sungguh berbelit dan memakan waktu lama.
Menurut Kementerian Dalam Negeri Prancis, 154 orang ditangkap, 90 statusnya dipertanyakan, dan 75 dipenjara sejak serangan Charlie Hebdo. Badan pengawas itu mengatakan bahwa di antara mereka diinterogasi oleh pihak berwenang Perancis adalah anak-anak, yaitu Ahmed (8), Ayman (9), dan Ylie (6).
Ray mengungkapkan kembali bahwa ada 20 anak-anak lain menghadapi tuduhan serupa, tetapi orang tua mereka takut melaporkan ini karena khawatir akan masa depan anak-anaknya.
"Prancis sekarang menghadapi titik balik dalam sejarah, negara harus mengambil tanggung jawab untuk mengubah momen penderitaan bagi langkah menuju kemajuan," tambahnya.