Sabtu 14 Feb 2015 20:49 WIB

Mesir Beli Jet Tempur Prancis, Ini Komentar AS

Mesir
Foto: freeworldmaps.net
Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Keputusan Mesir membeli 24 jet tempur Rafale dari Prancis semakin membuktikan tekad mereka memperluas sumber senjata dan sekaligus mengurangi ketergantungan pada AS. Penjualan senilai 5,9 miliar dolar AS (lebih dari 59 triliun rupiah) tersebut adalah penjualan pertama jet Rafale bagi Prancis ke negara asing dan kontrak penjualannya siap ditandatangi, Senin mendatang di Kairo.

Tapi, kelompok Amnesti Internasional menentang penjualan jet tempur serta sebuah kapal frigat itu karena pemerintah Mesir dianggap telah melakukan pelanggaran hak azasi manusia. AS, sahabat lama dan strategi bagi Mesir yan gtelah memberikan bantuan 1,5 miliar setiap tahun, termasuk 1,3 miliar bantuan militer, menyatakan bahwa perjanjian Mesir dengan Perancis itu tidak menimbulkan dampak bagi mereka.

"Mesir adalah negara berdaulat. Kami juga mempunyai kerjasana keamanan, jadi pembelian jet tersebut tidak mengkhawatirkan kami," kata Jen Psaki, jurubicara Departemen Luar Negeri AS.

Tapi hubungan Mesir-AS terganggu sejak pihak militer menjungkalkan pemerintahan Islam pimpinan Muhamed Morsi pada Juli 2013 lalu dan pemerintahan yang baru dituduh melancarkan serangan brutal untuk memadamkan protes.

Morsi, pemimpin pertama yang terpilih dalam pemilu secara bebas di Mesir, dipaksa turun oleh pemimpin militer yang sekarang menjadi persiden, yaitu Abdel Fattah al-Sisi. Dalam satu tahun usia pemerintahan Al-Sisi, Mesir selalu bergejolak dan dilanda aksi demo massal.

Sisi kemudian terpilih sebagai presiden dalam pemilu Mei 2014 lalu dengan perolehan 96,91 persen suara.

Ribuan orang dipenjara dan ratusan lainnya dihukum mati, sementara partai Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood) pimpinan Morsi dicap sebagai organisasi teroris dan dibubarkan.

Represi dengan cara brutal terhadap pengikut Mursi membuat Washington membekukan sebagian bantuan ke Kairo sejak Oktober 2013 dan meminta pemerintahan Mesir yang baru untuk melakukan reformasi demokrasi. "Kontrak dengan Perancis merupakan sebuah pesan secara implisit bagi AS bahwa Mesir tidak lagi tergantung sepenuhnya dalam pasukan senjata dari AS," kata pensiunan Jendral Mesir Mohammed Mujahid al-Zayyat.

"Mesir tidak mau lagi 'diperas' dalam berhubungan dengan AS," kata Zayyat, pengamat dari Pusat Studi Timur Tengah yang berkedudukan di Kairo. Menurut Zayyat, pejabat AS mempunyai pandangan sendiri tentang bagaimana angkatan bersenjata Mesir mesti dibangun dan menolak keyakinan bahwa Israel adalah musuh utama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement