REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Uni Timor Aswain --organisasi yang memayungi warga eks Timor Timur di Indonesia (Untas)-- Eurico Gutteres mengatakan Timor Leste masih membutuhkan figur seperti Xanana Gusmao untuk membangun negara yang baru merdeka itu.
"Xanana sendiri tidak secara tegas menjelaskan alasannya mundur dari Perdana Menteri Timor Leste. Tetapi terlepas dari alasan yang tidak jelas itu, mundurnya Xanana saya anggap belum tepat. Timor Leste masih butuh orang seperti dia (Xanana-red)," kata mantan Panglima Pasukan Pejuang Integrasi Timor Leste itu di Kupang, Selasa (17/2).
Menurut dia, Xanana adalah figur pemimpin pemersatu yang dianggap bisa menyelesaikan berbagai perselisihan.
"Bahkan saya dengar, untuk urusan hak milik tanah saja, Xanana siap ikut campur. Jadi, Xanana itu pemimpin 'top down', siap campur tangan dari urusan publik sampai urusan privat. Xanana bisa hadir dalam masalah sepele sampai persoalan kenegaraan," katanya.
Dalam hal politik, Xanana cukup cerdik. Ketika partai-partai di Timor Leste sikut menyikut menghadapi Pemilu 2012, Xanana menciptakan Partai CNRT untuk mengimbangi dominasi Fretilin, sekaligus sebagai "pesawat" menuju pucuk kekuasaan Timor Leste, jika Fretilin tidak menyokongnya.
"Terbukti, pada Pemilu 2012, Xanana menjadi Perdana Menteri Timor Leste melalui partai CNRT," katanya.
Menurut dia, Xanana juga pandai memilih teman. Setelah masa "pendudukan" multinasional berakhir di Timor Leste, Xanana merangkul Indonesia sekuat tenaga karena Xanana sadar bahwa di saat susah, pertolongan pertama selalu datang dari tetangga terdekat.
Pemimpin seperti itu belum muncul di Timor Leste. Pemimpin yang ada di Dili sekarang adalah "jagoan" bertengkar untuk mempertahankan eksistensi kelompok masing-masing. "Ini 'rawan kecelakaan' bagi persatuan Timor Leste," katanya.
Selain itu, pemimpin yang tersisa sekarang adalah orang-orang yang selama ini rajin meneriakkan dendam kepada Indonesia. Sebagian dari mereka itu melihat Indonesia sebagai "tetangga jauh" atau musuh. Ini membahayakan hubungan persahabatan Indonesia-Timor Leste.
"Pola pikir seperti itu tentu tidak akan mampu mengangkat derajad Timor Leste sejajar dengan negara lain dalam pergaulan internasional, karena khalayak mereka masih melayang-layang di masa lalu," katanya.