Selasa 17 Feb 2015 18:06 WIB

Pidato Netanyahu di Kongres AS akan Disensor

Rep: Gita Amanda/ Red: Karta Raharja Ucu
PM Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: Reuters
PM Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kepala Komisi Pemilihan Umum Israel akan melakukan sensor terhadap pidato Perdana Menteri Benyamin Netanyahu di hadapan Kongres Amerika Serikat. Sensor dimaksudkan untuk menghindari muatan kampanye dalam pidato yang akan dilakukan dua pekan menjelang pemilu di Israel.

Kepala KPU Israel Salim Jourban menyatakan, pidato Netanyahu yang akan disiarkan di televisi lokal harus ditunda selama lima menit. Ini dilakukan untuk memberikan waktu pada editor berita memotong pernyataan yang dianggap bermuatan kampanye.

"Pemimpin redaksi dari saluran televisi akan melihat dan memastikan bahwa tak ada pernyataan dari perdana menteri yang dapat ditafsirkan sebagai kampanye pemilu. Setiap kampanye akan dihilangkan dari siaran," kata Jourban dalam sebuah pernyataan, seperti Reuters.

Sebelumnya diberitakan Netanyahu berencana akan memenuhi undangan dari Ketua Kongres dari Partai Republik John Boehner, untuk berbicara di hadapan Kongers AS mengenai pandangannya tentang program nuklir Iran. Namun undangan untuk berpidato tersebut dilayangkan di waktu yang sensitif, yakni di tengah rencana perundingan nuklir Iran dan pemilu Israel pada 17 Maret mendatang.

Seperti dilansir Antiwar.com, Senin (16/2), Jourban mengatakan ia tak ingin perdana menteri menggunakan undangan pidato tersebut sebagai ajang kampanye. Ia menempatkan pembatasan serius pada isi pidato yang nanti akan disampaikan Netanyahu.

Pembatasan pidato yang dilakukan Jourban ini merupakan jawaban atas permohonan, yang diajukan pemimpin Partai Meretz Zehava Galon dan calon Partai Zionis Union Eldad Yani. Mereka meminta pidato Netanyahu di hadapan Kongres AS tidak disiarkan di dalam negeri. Mengingat pidato Netanyahu menurut keduanya, berlangsung dua pekan sebelum pemilu 17 Maret.

Seperti dilansir Hareetz.com, hukum Israel selama ini memiliki pedoman yang sangat ketat terkait bahan penyiaran selama pemilu. Pidato Netanyahu dinilai bisa dinyatakan bersalah secara hukum, karena kedekatannya dengan pemilu.

Netanyahu rencananya akan berbicara di depan Kongres AS pada 3 Maret. Ia akan memberikan pandangannya terkait pembicaraan program nuklir negara-negara kekuatan Barat dengan Iran. Selama ini Netanyahu menentang kesepakatan dengan Iran, dan memperingatkan ancaman dari program nuklir Iran.

Dalam bantahanannya terkait kritik di Israel, Netanyahu memulai pidato dalam bahasa Inggris pada para pemimpin Yahudi Amerika di Yerusalem pada Senin malam. Kemudian dalam bahasa Ibrani ia mempertanyakan mengapa rincian mengenai kemungkinan kesepakatan dengan Iran disembunyikan.

"Sama seperti Iran mengetahui kesepakatan yang ditawarkan, secara alami, Israel juga tahu apa rincian dari kesepakatan yang sedang dirumuskan. Tapi jika seseorang berpikir ini adalah kesepakatan yang baik, mengapa di sembunyikan?" tanya Netanyahu.

Setelah berpekan-pekan komentar negatif, pejabat dekat dengan kantor perdana menteri mengatakan pada pekan lalu bahwa format pidato bisa diubah. Netanyahu menurutya pernyataan mungkin bisa berbicara secara tertutup atau dalam kelompok-kelompok kecil anggota kongres, dan bukan dalam pidato televisi yang disiarkan secara langsung.

Tapi Netanyahu tampaknya mengesampingkan setiap perubahan rencana. Ia mengatakan bertekad menghormati undangan. Pemimpin Israel itu juga bersumpah akan menggagalkan kesepakatan terkait program nuklir Iran yang dinilainya buruk dan membahayakan.

Sebuah survey yang dilakukan Radio Angkatan Darat menunjukkan 47 persen warga menyatakan Netanyahu harus membatalkan pidato di hadapan Kongres. Sementara 34 persen suara lainnya menyatakan, ia harus tetap melakukan pidatonya.

Secara keseluruhan bagaimanapun, Partai Likud Netanyahu masih memimpin sedikir di depan. Bahkan analis memperkirakan jika oposisi kiri-tengah menang, Netanyahu masih mampu membentuk koalisi sehingga ia bisa kembali menjabat sebagai perdana menteri untuk periode keempat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement