Senin 23 Feb 2015 14:20 WIB

Ini Kebijakan Baru Perdana Menteri Tony Abbott

Perdana Menteri Australia Tony Abbott bersama Presiden Jokowi..
Foto: Antara
Perdana Menteri Australia Tony Abbott bersama Presiden Jokowi..

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott, mengumumkan kebijakan baru terkait keamanan nasional, yang memungkinkan penolakan pembayaran tunjangan kesejahteraan sosial bagi yang dianggap sebagai ancaman.

Selain itu, melucuti paspor mereka, yang memiliki dua kewarganegaraan, serta melarang melakukan perjalanan ke luar negeri. Abbott, yang menghadapi tekanan setelah berhasil mengatasi tantangan atas kepemimpinanya pada bulan ini, mencetuskan langkah tersebut menyusul penyanderaan di kafe di Sydney, yang menewaskan tiga orang pada Desember.

Dia mengatakan, beberapa kebebasan pribadi akan dibatasi untuk mencegah meningkatnya ancaman dari kelompok radikal seperti Negara Islam di Irak dan Suriah. "Sudah terlalu lama kita memberi keuntungan untuk mereka yang menjadi ancaman bagi negara kita," kata Abbott pada Senin (23/2).

"Kita tidak akan pernah mengorbankan kebebasan demi membela mereka, namun kita juga tidak akan membiarkan musuh-musuh kita mengeksploitasi kebaikan kita," katanya.

Dia mengungkapkan hal itu sehari setelah merilis laporan mengenai insiden penyanderaan tersebut, di mana dua sandera dan seorang radikalis yang mengaitkan dirinya dengan ISIS tewas.

Abbott mengatakan UU baru itu akan memperbaiki kegagalan di imigrasi, kesejahteraan, bidang-bidang kebijakan dan intelijen dengan menekan para pendukung radikal, terutama mereka yang menerima tunjangan kesejahteraan.

Namun seorang pemimpin oposisi menyebut kebijakan itu sebagai upaya pemimpin yang "gagal dan meronta-ronta" untuk mendapatkan kembali popularitasnya dengan menimbulkan ketakutan masyarakat. "Hal itu sesuai dalam oposisi, dia pikir itu juga akan berhasil dalam pemerintahan," kata pemimpin Partai Greens Senator Christine Milne, "Warga Australia tidak akan dikalahkan olehnya."

Meskipun Abbott bulan ini berhasil mengatasi tantangan kepemimpinan internal Partai Liberal, posisinya dalam jajak pendapat turun mencapai titik terendah sejak awal 2014. UU itu juga akan menyasar "pengkotbah yang menyebarkan kebencian", kata Abbott seraya memberi contoh kelompok radikal tanpa kekerasan Hizbut Tahrir.

Ia secara eksplisit mengaitkan tunjangan kesejahteraan dengan terorisme, dengan menuding puluhan warga Australia yang berjuang di Suriah dan Irak mendermakan tunjangan itu. Ia menambahkan bahwa tunjangan kepada "individu-individu yang dinilai merupakan ancaman bagi keamanan" bisa segera dibatalkan.

"Orang yang datang ke negara ini bebas hidup sesuai pilihan mereka. Asalkan mereka tidak mencuri kebebasan yang sama dari warga lain," katanya.

Australia yang merupakan sekutu dekat AS dan aksinya melawan IS di Suriah dan Irak, berada dalam kewaspadaan tinggi terhadap serangan kelompok radikal Islam yang berkembang di dalam negeri sejak 2014.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement