Selasa 24 Feb 2015 01:31 WIB

Tudingan Abbott kepada Muslim Australia untuk Dongkrak Popularitas

Rep: c84/ Red: Karta Raharja Ucu
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.
Foto: AP
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERA -- Ketua Jaringan Hukum Muslim, Zaahir Edries, mengatakan pernyataan Perdana Menteri Austrlia, Tony Abbott merupakan bukti pemerintah Negeri Kanguru itu belum menunjukan komunikasi yang serius dan tulus dengan masyarakat Muslim.

"Kami telah terus-menerus mengecam kekerasan dan mendorong perdamaian," ujarnya, seperti disadur dari the Guardian, Senin (23/2).

Abbott sebelumnya menyebut peran pemuka dan komunitas Muslim Australia kurang berperan dalam memerangi ekstrimisme. Dalam pidatonya terkait keamanan nasional, Abbott menyatakan, "Saya sudah sering mendengar para pemimpin Barat menjelaskan Islam sebagai agama yang damai. Saya berharap para pemimpin Muslim mengatakan hal ini lebih sering dan bersungguh-sungguh."

Kepala Asosiasi Muslim Libanon, Samier Dandan, menyebut Abbott sengaja mengeluarkan pernyataan ini untuk menaikan kembali popularitasnya yang merosot tajam di mata warga Australia.

"Berhenti meminta kami untuk melakukan ini (memerangi ekstrimisme). Tuan Perdana Menteri, apa yang telah Anda dan pemerintah Anda lakukan?" tanya Dandan.

Dia mengatakan masyarakat, khususnya umat Muslim, telah melakukan segala sesuatu yang bisa dilakukan untuk mengutuk ekstremisme. "Dia (Abbott) hidup dalam kepompong dan hanya ingin mencari kambing hitam,” tambahnya.

Sheikh Mohamadu Nawas Saleem, Juru bicara dewan imam nasional Australia, juga mempertanyakan sikap Abbott yang mengeluarkan pernyataan tersebut. "Saya yakin imam di Australia sudah berbicara dan menentang ISIS," kata Saleem.

Dewan imam, lanjutnya, memiliki pertemuan rutin dengan Departemen Jaksa Agung, polisi dan badan keamanan, untuk mengidentifikasi orang-orang yang dianggap sebagai ancaman terorisme. Saleem mengatakan kerja sama ini telah berjalan dengan baik.

Awalnya, Pemerintah Australia mengeluarkan sekitar USD 13,4 juta atau sekira Rp 17 miliar selama empat tahun. Dana tersebut untuk mendanai program yang melibatkan komunitas dalam upaya memerangi terorisme.

Namun, pada 2014-2015 ini, pemerintah Australia hanya menganggarkan dana senilai USD 1 juta atau sekira Rp 1,2 miliar, yang menimbulkan pertanyaan mengenai keseriusan Pemerintahan Abbott menangani permasalahan ini.

"Apakah pemerintah serius memecahkan masalah ini, atau ini hanya untuk mengobarkan rasisme?" tanya Kattan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement