REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para ahli kesehatan PBB menilai Kerajaan Arab Saudi, belum berbuat banyak untuk menyelidiki dan mengendalikan virus Mers yang telah menewaskan ratusan orang.
Pejabat kesehatan Saudi dan ilmuwan di negara tersebut dinilai, tidak mampu menjelaskan dimana infeksi dimulai dan bagaimana mereka menyebar. Kelompok PBB yang diwakili oleh delegasi ilmuwan internasional, ahli kesehatan masyarakat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) telah mengunjungi Saudi pekan lalu. Kedatangan mereka untuk menyelidiki melonjaknya kasus virus tersebut.
Virus Mers dilaporkan dapat menyebabkan batuk, demam dan pernapasan masalah, serta dapat menyebabkan pneumonia dan gagal ginjal. "Bagaimana dan mengapa infeksi terjadi belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat dan ini sangat penting untuk menghentikan wabah," bunyi pernyataan bersama para ahli kesehatan tersebut.
Penelitian awal ilmiah telah menghubungkan virus ini berasal dari hewan unta, khususnya susu dan air kencing unta. Namun para ahli kesehatan di Saudi tidak menyampaikan secara jelas bagaimana penyebaran infeksi tersebut terjadi, karena banyak juga korban yang terinfeksi tidak memiliki kontak dengan unta.
"Banyak orang yang terinfeksi di rumah dan di rumah sakit melaporkan tidak ada kontak dengan unta," lanjutnya.
Berhe Tekola, Direktur produksi ternak dan kesehatan divisi FAO mengatakan ada banyak aspek virus yang belum diketahui. Virus Mers pertama kali diidentifikasi pada 2012, sejauh ini belum ditemukan obat atau vaksin untuk terhadap virus ini.
WHO telah menyuarakan keprihatinan tentang virus Mers dan potensinya yang dapat menyebar ke negara-negara lain. Dalam catatan WHO, dari 1.026 kasus yang dikonfirmasi, 376 orang meninggal akibat virus yang muncul pada 2012 ini dimana 85 persen berada di Arab Saudi. Selain di Saudi, sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris juga melaporkan ada warganya yang terkena kasus serupa sepulang dari Saudi.
Keiji Fukuda, Asisten Direktur Jenderal WHO yang memimpin misi ini, mengatakan meskipun sudah ada kemajuan dalam menghadapi virus ini, namun sejumlah pelanggaran untuk pencegahan dan pengendalian infeksi masih dilakukan petugas kesehatan di Saudi.
"Ketika petugas kesehatan yang terinfeksi di rumah sakit, ini beresiko tak hanya bagi petugas kesehatan lainnya tetapi juga bagi semua pasien lain," kata Fukuda.