REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Ilmuwan dari Panel Antar-Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (IPCC), yang berafiliasi ke PBB, Senin (23/2), menyatakan kejutan iklim tetap menjadi ancaman mematikan bagi kemajuan sosial-ekonomi di Afrika.
Para ilmuwan iklim tersebut yang bertemu di Nairobi dalam satu forum mengatakan kemunculan kembali lingkaran kemarau, banjir, dan penyakit menular telah menjadi fenomena umum di Sub-Sahara Afrika akibat pemanasan global.
"Kerentanan yang lebih tinggi di Afrika terhadap dampak negatif dari perubahan iklim telah menimbulkan penghalang baru di dalam upayanya untuk menumbuhkan ekonomi dan menghapuskan penyakit, kelaparan dan kemiskinan kronis," kata Wakil Ketua IPCC Ismael El Gizouli dalam pertemuan di Nairobi, Kenya, tersebut.
Para ilmuwan menyerahkan temuan di dalam Laporan Penilaian Kelima IPCC (AR5), yang dikeluarkan pada November 2014. Menurut laporan tersebut, perbuatan manusia telah menyulut pembuangan karbon --yang dituding sebagai pangkal peningkatan temperatur global.
El Gizouli menekankan bahwa pengesahan teknologi hijau, pertanian pintar iklim dan berlanjutnya praktek yang berkesinambungan adalah kunci untuk menangani dampak perubahan iklim di Afrika, demikian laporan Xinhua, Selasa (24/2).
"Negara Afrika mesti memilih jalur pembangunan karbon rendah yang menjanjikan pembagian adil kemakmuran dan kesehatan di kalangan penduduk. Sasaran ini dapat dicapai melalui pendanaan dalam negeri, peraturan dan kebijakan pintar," kata El Gizouli kepada wartawan.
Laporan Penilaian Kelima IPCC menyatakan bahwa perubahan iklim akan menambah parah kelaparan, tekanan air dan penyebaran penyakit menular di seluruh Sub-Sahara Afrika. Menurut El Gizouli, cuaca eksrem bahkan telah membuat jutaan orang mengungsi di Tanduk Afrika dan Wilayah Sahel.
"Tepat untuk mengatakan bahwa perubahan iklim adalah ancaman keamanan di negara rentan Afrika yang sudah tenggelam di dalam tantangan wabah seperti kemiskinan, penyakit, kelaparan dan hilangnya sumber daya alam," kata El Gizouli.
Perubahan iklim memiliki dampak negatif pada sektor produksi ekonomi di seluruh Sub-Sahara Afrika.
Para ilmuwa mengatakan sektor pertanian, pariwisata, kehutanan dan energi menghadapi ancaman akibat kejutan iklim.
Negara Afrika telah menyepakati sejumlah rencana aksi guna memperkokoh tanggapan terhadap perubahan iklim. Alice Klaudia, Menteri Lingkungan Hidup Kenya, mengungkapkan semua negara di wilayah itu mengharmoniskan kebijakan dan kerangka kerja hukum guna mendukung daya tahan terhadap perubahan iklim.
"Kami telah menyepakati pendekatan kolektif guna menanggapi perubahan iklim. Kelompok perunding Afrika bersatu dalam upaya bagi tercapainya kesepakatan iklim yang mengikat pada penghujung tahun ini," kata Klaudia.