Rabu 25 Feb 2015 18:09 WIB

Pelanggaran HAM Korut Dibawa ke DK PBB

Rep: C84/ Red: Ilham
Defile tentara Korea Utara di Pyongyang.
Foto: NPR
Defile tentara Korea Utara di Pyongyang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Marzuki Darusman mengatakan, pelanggaran HAM yang dilakuka Korea Utara (Korut) terhadap rakyatnya akan dibicarakan dalam pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB, mendatang. Di sana akan dibicarakan kemungkinan Korut dapat dilaporkan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag.

Komisi penyidik untuk menyoroti pelanggaran HAM sendiri dibentuk PBB pada tahun lalu dimana terdiri dari Marzuki, hakim agung dari Australia, dan Aktivis dari Serbia.

Menurut Marzuki, selama sembilan bulan terakhir timnya telah menyusun sebuah laporan yang menggambarkan hal yang sebenarnyaterjadi di Korut terkait pelanggaran HAM.

"Alhasil, disimpulkan Korut telah melakukan pidana kemanusiaan menurut hukum internasional," ujarnya dalam seminar tentang pelanggaran HAM Korut di Pacific Place, Jakarta, Rabu (25/2).

Dia menyatakan, berdasarkan laporan dari badan PBB yang berada di Korut dan lembaga HAM internasional, dalam sepuluh tahun terakhir hampir semua aspek terkait pelanggaran HAM. Diantaranya, melanggar hak pangan, hak berkumpul, diksriminasi, dan hak untuk tidak disiksa.

Hal ini, lanjutnya, semakin memberikan keyakinan kepada dunia internasional meminta pemimpin tertinggi Korut untuk bertanggung jawab atas masalah ini. Saat ini, laporan yang disusun timnya sudah sampai ke tangan DK PBB.

Marzuki mengaku timnya telah mengirim surat ke Kim Jong Un. Jika  Jong Un tidak perbaiki HAM di Korut, secara hukum dia akan dinyatakan bersalah dan dapat diadukan ke ICC. Sejauh ini belum ada balasan dari pemimpin Korut tersebut.

Meski Korut tidak menandatangani perjanjian Roma, kata dia, ada suatu ketentuan penuntut khusus dari ICC dapat melakukan penyelidikan atas inisiatif sendiri. Dengan demikian apa yg menjadi temuan komisi sebagai fakta bisa berubah menjadi temuan hukum.

Penegakan pengadilan khusus seperti yang terjadi pada Yugoslavia dapat dilakukan kepada Korut. Marzuki melaporkan hingga saat ini sudah ada 80 orang yang sebagian besar rakyat Korut yang menjadi korban atas pelanggaran ham di Korut.

"Ada yang dipenjara hanya karena menonton film Korsel, menggunakan Handphone China untuk melakukan kontak ke luar negeri, dan terlambat masuk kerja," sambung Marzuki.

Selain masalah pelanggaran HAM, Marzukia menilai Korut juga memiliki masalah lain terkait keamanan di Semenanjung Korea. Komisi penyidik menilai tragedi pelanggaran ham dan sikap militan serta agresif Korut di Semenajung Korea saling berhubungan dan dianggap mengganggu keamanan di kawasan tersebut.

Indonesia, Marzuki harap mampu menjadi mediator untuk membujuk Korut melakukan kerja sama di bidang ham guna perbaiki keadaan disana.

Ia menilai hubungan baik Indonesia dan Korut merupakan salah satu kunci yang tidak dimiliki negara-negara lain. Selain itu, Marzuki menilai Indonesia perlu bersikap lebih aktif lagi terhadap Korut khususnya dalam permasalahan keamanan di kawasan Semenanjung Korea yang melibatkan negara-negara dengan ekonomi yang besar di dunia seperti Jepang, Korsel, China dan Rusia.

"Apa yang terjadi disana dapat memiliki dampak yang luas bagi Indonesia dari segi keamanan energi, ekonomi, dan umum."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement