REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Tunisia dan Italia mengatakan konflik di Libya hanya dapat diselesaikan melalui dialog dan perdamaian.
Menteri Luar Negeri Tunisia Taieb Baccouche dan Menteri Luar Negeri Italia Paolo Gentiloni menyampaikan penolakan atas campur tangan militer di negara Afrika Utara tersebut.
"Kami tak bisa menerima pemecahan Libya," kata Gentiloni dalam konferensi pers setelah pertemuan dengan Baccouche, Rabu (24/2)
Dia menambahkan Italia terikat komitmen menghormati keputusan PBB dan bekerjasama dengan semua negara Barat demi kepentingan Libya. Karena itu semua upaya mengarah kepada penyelesaian damai.
Kedua menteri sepakat campur tangan militer bukan penyelesaian bagi krisis di negara Afrika Utara tersebut. Baccouche mengatakan konflik yang berkecamuk di Libya dan ketidakhadiran negara memungkinkan penyebaran aksi teror.
Sebelumnya Parlemen Kongres Nasional Umum (GNC) yang didukung kubu Islam di Libya, menyatakan pembicaraan yang diperantarai PBB dengan parlemen saingannya telah dibekukan tanpa batas waktu.
Keptusan tersebut diambil sehari setelah parlemen Libya yang diakui masyarakat internasional dan beroperasi di Kota Tobruk di Libya Timur, memutuskan keluar dari dialog itu. Parlemen menuduh GNC menyebarkan kerusuhan, aksi teror dan ekstremisme.
Libya mengalami kekacauan politik sejak kerusuhan 2011, yang menggulingkan pemimpin negeri itu Muammar Gaddafi. Libya kini menghadapi dua pemerintah serta parlemen yang bertikai.
PBB telah mengadakan sejumlah dialog antarpihak yang bertikai sejak September lalu, tapi bentrokan berlanjut meskipun semua pihak telah menyepakati gencatan senjata.
Konflik yang berlarut-larut di Libya telah mengakibatkan krisis politik. Tak kurang dari 120 ribu orang dipaksa meninggalkan rumah mereka. Konflik juga mengakibatkan kekurangan pasokan pangan dan medis, selain meningkatnya jumlah korban jiwa.