REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Parlemen Thailand mendukung Rancangan Undang-undang pembatasan demonstrasi politik, Kamis (26/2). Para pengamat khawatir RUU akan digunakan sebagai senjata melawan perbedaan pendapat setelah darurat militer berakhir.
Juru bicara junta militer, Kolonel Winthai Suvaree mengatakan, hukum ini tidak melarang demonstrasi. ''Hukum hanya akan membatasi waktu, tempat dan cara demonstrasi yang tidak melanggar hukum,'' kata dia.
Menurutnya, hukum bertujuan memberi pengarahan bagi perkumpulan publik. Sementara, para kritikus menganggap UU bertujuan membungkam perbedaan pendapat dengan masyarakat dan untuk mempertahankan kekuasaan.
''UU akan menggantikan darurat militer dan mengendalikan protes politik. Hal itu melanggar hak-hak rakyat,'' kata juru bicara kelompok aktifis United Front for Democracy against Dictatorship, Thanawut Wichaidit.
RUU harus melewati peninjauan ulang sebanyak tiga kali untuk menjadi hukum tetap. Mayoritas anggota Dewan Perwakilan Nasional Thailand dipilih oleh militer sehingga meningkatkan kecenderungan lolosnya RUU.
Anggota perancang RUU, Jate Siratharanont mengatakan, jika UU diberlakukan, maka pengunjuk rasa dilarang protes di luar pengadilan, parlemen dan kantor perdana menteri. ''Polisi harus diberitahu setidaknya 24 jam sebelum unjuk rasa dan butuh izin dari pihak berwenang,'' kata dia. Jika tidak diizinkan, maka dianggap pelanggaran. Pengadilan berhak membubarkan protes.
Direktur eksekutif kelompok hak asasi manusia Fortify Rights, Matthew Smith mengatakan ini akan menyulitkan penduduk berpendapat. ''Ini tampak jadi langkah yang tidak konsisten dengan kewajiban HAM Thailand,'' kata Smith. Menurutnya, penduduk akan beranggapan hukum tidak lagi untuk kepentingan publik.
Para kritikus juga menilai kemunduran demokrasi Thailand terlihat dari pemilihan anggota senat. Pada Kamis, komite pemilihan anggota senat mengatakan 200 anggota akan dicalonkan tapi tidak dipilih langsung oleh masyarakat.
Mereka akan menjabat selama enam tahun. Penyusunan konstitusi baru dilakukan oleh 36 orang panitia yang dipilih oleh junta. Perancangan konstitusi dijadwalkan selesai pada April ini.
Para pengamat mengatakan putusan ini dirancang untuk membatasi kekuasaan politisi terpilih di parlemen. Sebelumnya, politik sengit antara partai-partai politik yang bersekutu dengan mantan PM Thaksin Shinawatra dan militer.
''Ada kemungkinan partai Pheu Thai (partai Yingluck Shinawatra) akan menang lagi setelah pemilihan, sehingga junta merancang konstitusi yang bisa membatasi kekuasaan parlemen,'' kata direktur eksekutif Siam Intelligence Unit, Kan Yeungyong.