REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh diduga melakukan korupsi dan merugikan negara hingga 60 miliar dolar Amerika Serikat. Ia juga dituduh berkolusi dalam pengambilalihan oleh milisi tahun lalu.
Laporan Panel Ahli badan dunia mengatakan Saleh yang menjabat sejak 1978-2012 melakukan korupsi. Tuduhan ini dibantah oleh Saleh.
Dokumen setebal 54 halaman oleh ahli, merupakan kesepakatan Dewan yang dicapai pada Selasa (24/2), untuk memperpanjang saksi terhadap Saleh dan dua pemimpin tinggi milisi. Sanksi pertama diberikan badan dunia pada November atas tuduhan peran mereka merusak kestabilan negara.
Dalam sebuah wawancaranya dengan Reuters tahun lalu, Saleh membantah melakukan korupsi selama masa jabatannya. Pihaknya juga menolak tuduha para kritikus Saleh yang menyatakan, ia atau anaknya Ahmad Ali berperan dalam jatuhnya Sanaa.
"(Saleh) diduga telah mengumpulkan aset antara 32 miliar hingga 60 miliar. Sebagian dihasilkan dari praktik korupsi saat menjabat Presiden Yaman, khususnya yang berkaitan dengan kontrak gas dan minyak di mana ia dilaporkan meminta uang dalam pertukaran untuk praktik pertukaran untuk memberikan perusahaan hak eksklusif untuk proyek gas dan minyak," tulis para ahli, yang memantau pelanggaran sanksi PBB tentang Yaman.
Laporan menyatakan, sebagian besar kekayaan ini diyakini telah ditransfer ke luar negeri dengan menggunakan nama palsu atau nama-nama lain. Aset Saleh dalam bentuk properti, kas, saham, emas dan komoditas berharga lainnya. Aset tersebut diyakini tersebar sedikitny ke 20 negara.
Saleh digulingkan setelah Arab Spring 2011 silam. Ia digulingkan setelah 33 tahun menjabat sebagai kepala negara. Saleh kerap mengkritik penggantinya Abd-Rabbu Mansour Hadi, atas berbulan-bulan invasi di Sanaa oleh kelompok Houthi.
Laporan ini mencatat Saleh telah bertahun-tahun menyembunyikan asetnya. Terutama setelah kemungkinan adanya sanksi terhadap dirinya. Panel mengatakan lima pengusaha Yaman terkemuka lainnya diyakini telah membantunya.