REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kantor Administrasi Perkembangapian Pemerintah Kota Beijing menyatakan tingkat penjualan kembang api di kota tersebut turun 32 persen selama perayaan Tahun Baru Tiongkok 2566.
Penurunan tersebut sejalan dengan ketetapan Pemerintah Tiongkok yang membatasi penyalaan petasan dan kembang api, guna menurunkan tingkat polusi udara yang sudah parah di negera itu.
Untuk perayaan Tahun Baru Tiongkok yang dikenal sebagai Imlek di Indonesia, jumlah kembang api yang terjual adalah 195 ribu boks.
Tingkat polusi yang semakin parah pada dua tahun belakangan memaksa Pemerintah Tiongkok, termasuk Beijing untuk membatasi penggunaan kembang api dan petasan selama perayaan Tahun Baru Tiongkok.
Pada perayaan Tahun Baru Tiongkok, atau yang disebut pula perayaan menjelang musim semi, Pemerintah Kota Beijing mulai memperpendek masa penjualan petasan dan kembang api dari semula 20 hari menjadi 11 hari dengan jumlah pengecer yang diberi izin sebanyak 942 atau turun 20 persen dari tahun sebelumnya.
Penyalaan petasan dan kembang api menjadi tradisi tak terlepas dari perayaan Tahun Baru Tiongkok, karena gelegar suara yang dihasilkan dipercaya dapat mengusir kekuatan roh jahat "Nian".
Terkait dengan itu, guna tetap mempertahankan tradisi dan menjaga lingkungan hidup, Tiongkok mulai memperkenalkan petasan ramah lingkungan pada perayaan Tahun Baru Tiongkok 2015 guna mengurangi dampak polusi udara yang sudah parah di negara tersebut.
Produk petasan ramah lingkungan hidup itu lebih banyak mengandung bubuk hitam dan sejumlah bahan kimia dengan kandungan logam berat dan sulfur yang lebih rendah, meski harganya lebih mahal.