REPUBLIKA.CO.ID, ARISH, MESIR -- Sedikitnya 28 gerilyawan garis keras tewas dan 16 tersangka ditangkap dalam serangan pasukan keamanan di sebelah selatan Kota Rafah dan Sheikh Zuweid di Provinsi Sinai Utara, yang bergolak.
Demikian menurut sumber keamanan Mesir kepada Xinhua, Sabtu (28/2). "Serangan itu mengakibatkan hancurnya 15 gubuk, tujuh kendaraan dan 24 sepeda motor serta disitanya satu truk yang membawa satu ton minyak, yang semuanya milik gerilyawan garis keras," kata sumber tersebut.
Selama beberapa pekan belakangan, personel keamanan menewaskan lebih dari 200 gerilyawan di semenanjung yang mudah bergolak tersebut sebagai bagian dari "perang melawan teror", yang dilancarkan oleh pimpinan Mesir.
Mesir telah menghadapi meningkatnya gelombang teror sejak presiden Mohamed Moursi, dari kubu Islam, digulingkan pada 2013.
Pemimpin baru Mesir melancarkan penindasan atas pendukung Moursi, sehingga menewaskan tak kurang dari 1.000 orang dan membuat ribuan orang lagi ditangkap.
Sementara itu, serangan anti-pemerintah telah meningkat dari Sinai sampai ke Ibu Kota Mesir, Kairo, dan provinsi lain di seluruh negeri tersebut, sehingga menewaskan ratusan personel polisi dan militer.
Kelompok Ansar Bayt Al-Maqdis, yang belum lama ini menyampaikan janji setia kepada kelompok fanatik regional Negara Islam (IS), mengaku bertanggung-jawab atas sebagian besar serangan mematikan itu.
Pada Oktober 2014, satu seranganbom mobil di Sinai Utara menewaskan sebanyak 30 prajurit Mesir. Pada penghujung Januari, serangkaian pemboman bunuh diri dan serangan serentak di provinsi yang sama menewaskan lebih dari 30 prajurit militer dan polisi selama 14 warga sipil.
Pada Kamis (26/2) Presiden Mesir Abdel-Fattah As-Sisi dan Raja Jordania Abdullah II sepakat mengenai perlunya kerja sama antara masyarakat internasional dan negara Arab dalam memerangi terorisme, demikian pernyataan kepresidenan Mesir.
"Demi meningkatkan kerja sama keamanan dan militer, Mesir dan Jordania sepakat untuk membentuk satu kelompok kerja dari kedua pihak guna menetapkan kerangka kerja dalam menghadapi tantangan regional," kata Juru Bicara Presiden Mesir Alaa Youssef di dalam pernyataan itu.
Kunjungan Raja Jordania tersebut ke Kairo dilakukan saat banyak negara Arab menderita akibat kerusuhan politik yang meningkat dan memburuknya situasi keamanan, termasuk di Suriah, Irak, Yaman dan Libya.