Rabu 04 Mar 2015 09:41 WIB

Perempuan Aljazair Pimpin Perang Melawan Radikalisme

Rep: C83/ Red: Ilham
Demonstran di Aljazair membakar bendera Prancis usai shalat Jumat (17/1). Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap Charlie Hebdo yang menerbitkan edisi terbaru dengan kartun Nabi Muhammad.
Foto: Reuters
Demonstran di Aljazair membakar bendera Prancis usai shalat Jumat (17/1). Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap Charlie Hebdo yang menerbitkan edisi terbaru dengan kartun Nabi Muhammad.

REPUBLIKA.CO.ID, ALJAZAIR -- Ratusan perempuan Aljazair memilih untuk berada di garis depan dalam melawan radikalisasi yang mengatasnamakan Islam. Gerakan para perempuan muda ini dikenal dengan sebutan mourshidates. Mereka akan menyebarkan berita baik tentang Islam dan pesan toleransi untuk membantu orang-orang yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Khususnya untuk perempuan yang telah terprovokasi oleh khutbah palsu.

"Membunuh adalah dosa, sehingga bagaimana mungkin orang bisa membunuh orang-orang tak bersalah atas nama Islam," ujar Fatma Zohra, yang berusia pertengahan 40-an, seperti dilansir AlArabiya (28/2).

Zohra mengaku termotivasi untuk mengenal Islam dan mengajarkannya  setelah perang saudara di negara Muslim tradisional moderat pada 1990-an. Prang itu menewaskan sedikitnya 200.000 orang.

Selama 17 tahun terakhir, dia telah mendengarkan curhatan , menasihati, dan merujuk para perempuan ke spesialis tertentu ketika masalah yang dialami oleh mereka tidak secara langsung terkait dengan agama.

Para mourshidates menggunakan keterampilan psikologi dan sosiologi dalam melakukan dakwah untuk mencegah radikalisasi atas nama agama. Mereka berdakwah di masjid, penjara, pusat pemuda, rumah sakit, dan sekolah. Tidak seperti imam yang laki-laki, mereka tidak diperbolehkan untuk memimpin doa.c83

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement