REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Kerudung, hijab, maupun bentuk penutup kepala lainnya dilarang dipakai di daerah Xinjiang, Cina. Hal itu dikatakan pemimpin Partai Komunis Cina di Kashgar, sebuah kota yang disebut pemerintah Cina sebagai “garda terdepan melawan ektremis keagamaan. Demikian dilansir Firstpost, Sabtu (7/3).
Diketahui, mayoritas penduduk selatan Xinjiang, termasuk Kota Kashgar, telah lama menderita akibat konflik berkepanjangan. Penyebabnya, bentrok antara kelompok ektremis atas nama agama dengan pemerintah Cina yang komunis.
Apalagi, sentimen entis kian memperuncing konflik. Yakni, antara etnis Uighur, yang mayoritas beragama Islam, dan etnis Han, yang kerap dipandang sebagai pribumi di Cina.
Terkait itu, tidak sedikit kalangan aktivis hak asasi manusia (HAM) internasional bersuara. Mereka menegaskan, pemerintah Cina telah dengan sengaja menerapkan kebijakan represif, terutama terhadap kaum Muslimin.
satu hal yang paling kentara belakangan ini, peraturan dari Beijing bahwa pakaian Islam dilarang dipakai di ruang-ruang publik daerah Xinjiang. “(Alasannya) kita mesti melesatkan Cina jadi negara modern yang sekuler,” ujar Sekretaris Partai Komunis Cina, Zeng Cun, di Kashgar, Sabtu (7/3) kepada Reuters.