Senin 09 Mar 2015 12:19 WIB

Cina Ngotot Reklamasi di Wilayah Sengketa

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Laut Cina Selatan
Foto: timegenie.com
Laut Cina Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina bersikukuh mempertahankan kebijakan reklamasi pulau di wilayah sengketa Laut Cina Selatan, Ahad (8/3). Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi membela kebijakan kontroversial tersebut.

Ia mengatakan Cina tidak akan menuruti permintaan internasional. Dalam konferensi pers tahunan di sela-sela pertemuan parlemen, Wang Yi mengatakan Cina membangun konstruksi yang diperlukan dan tidak ditujukan untuk pihak ketiga.

''Kami tidak seperti beberapa negara yang membangun bangunan liar di rumah orang lain,'' kata Wang Yi. Menurutnya, Cina tidak akan menerima penyataan tidak beralasan tentang pekerjaan di rumah mereka sendiri.

Cina mengklaim 90 persen perairan Laut Cina Selatan adalah teritorialnya. Wilayah reklamasi yang disengketakan berada di Spratlys. Cina telah melakukan reklamasi pada enam terumbu karang di sana.

Melalui reklamasi, Cina memperluas teritorial daratannya hingga lima kali lipat. Menurut citra yang dilihat Reuters tahun lalu, tampak landasan dan pelabuhan laut di wilayah tersebut.

Klaim wilayah kekuasaan teritorial Cina disebut sebagai garis nine-dash yang membentang jauh ke jantung maritim Asia Tenggara. Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan juga mengklaim beberapa dari wilayah tersebut.

Area ini dipercaya memiliki potensi energi tinggi karena dilintasi jalur pelayaran utama global. Sikap keras Cina ini telah memicu kekhawatiran di Washington, Tokyo dan beberapa pemerintah di Asia Tenggara.

Cina semakin ngotot bermain dengan aturannya sendiri dan mengabaikan norma-norma internasional. Tahun lalu, Presiden Cina Xi Jinping mencoba meyakinkan negara-negara di Asia Tenggara untuk tunduk pada ambisinya.

Tindakannya di Spratlys menegaskan ia  memaksakan klaim dan hak-haknya di Laut Cina Selatan. Mungkin hal ini menjadi tindakan paling berambisi Xi yang dilakukan melalui diplomasi.

Xi bahkan menjanjikan 120 miliar dolar AS sebagai pengganti bagi Afrika, Asia Tenggara dan Asia Tengah. Ia juga terus berjuang mencari posisi sepadan dalam kekuatan ekonomi di tatanan global.

Wang Yi mengatakan sistem internasional saat ini harus segera diperbaharui untuk memberi kesempatan pada negara berkembang. ''Mau tak mau kita harus bekerja sama dengan negara lain untuk memastikan ini berjalan stabil dan menuju arah yang benar,'' kata Wang Yi.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement