REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina tengah mempertimbangkan perubahan lanjut untuk program keluarga berencana. Mengingat, 'kebijakan satu anak' gagal untuk melihat jumlah kelahiran bayi secara signifikan.
Partai Komunis yang berkuasa pada akhri 1970-an menetapkan aturan ketat. Mereka membatasi pertumbuhan penduduknya dengan membuat sebagian besar pasangan hanya memiliki anak tunggal.
Kebijakan tersebut sering diberlakukan secara brutal dan sangat kontroversial. Namun para pejabat mengklaim bila hal itu merupakan faktor kunci dalam peningkatan kemakmuran Cina.
Tapi kenyataannya, sekarang kebijakan tersebut menyebabkan masalah demografi termasuk populasi yang menua dan angkatan kerja yang kian sedikit.
Perdana Menteri Li Keqiang mengatakan Beijing akan menilai perubahan tersebut. Namun, penilaian situasi pembangunan ekonomi dan sosial Cina saat ini aka menjadi acuan sebelum menetapkan perubahan kebijakan tersebut.
"Baik pro dan kontra akan dipertimbangkan," katanya seperti dilansir Asia One, Ahad (15/3).
Kebijakan satu anak menimbulkan ketidakseimbangan gender. Tahun lalu saja, hampir 116 anak laki-laki dilahirkan sedangkan perempuan hanya berjumlah 100 anak. Sedangkan rasio jenis kelamin secara total adalah 105 laki-laki berbanding 100 perempuan.
Pejabat senior, Liu Binjie mengatakan bila Cina sedang meninjau pertumbuhan tersebut. Para ahli telah mengusulkan adanya kelonggaran. Bahkan, salah seorang pejabat program KB tersebut mengusulkan kebijakan wajib memiliki dua anak.