REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Nasir Abbas mengatakan, biasanya supaya orang mau bergabung dengan kelompok teroris, teroris mendoktrin mereka dengan menyulut kebencian.
''Mereka mencuci otak dengan menumbuhkan rasa benci. Misalnya ditunjukkan kalau Indonesia rakyatnya miskin, lalu pemerintahnya korup, banyak penindasan terjadi," kata Nasir di Jakarta, Kamis (19/3).
Kebencian ini, terang dia, bisa digunakan oleh ISIS untuk membakar WNI agar mau bergabung dengan mereka. Menciptakan negara baru yang mereka impikan.
Kalau di Indonesia, kata dia, teroris bisa menyulut kebencian terhadap pemerintah Indonesia, Densus 88, juga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Orang-orang yang terpengaruh ini kemudian mendukung aksi terorisme sebagai bentuk balas dendam terhadap penindasan.
Padahal, penindasan itu hanya ada dalam imajinasi mereka. Ini yang didengungkan seolah-olah menjadi nyata dan membakar hati mereka.
Makanya, lanjutnya, pemerintah harus melakukan pencegahan terhadap warga yang akan berangkat ke Suriah. Mereka harus direhabilitasi, diberi pendidikan dan pencerahan bahwa ISIS itu salah.