REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Lebih dari 30 juta anak yang tinggal di daerah konflik tidak mengenyam pendidikan normal di sekolah. Dengan begitu 42 persen dari total anak usia sekolah, justru tidak bersekolah.
Pendidikan memiliki potensi untuk mengubah kehidupan dan memberikan harapan masa depan cerah bagi anak-anak korban perang. Pendidikan memainkan peran penting dalam membantu anak-anak sembuh setelah mengalami masa konflik.
Dilansir dari Huffington Post, Sabtu (21/3), LSM War Child Holland mencatat lebih dari 300 ribu anak-anak yang berpartisipasi dalam program pemulihan pasca perang dan konflik bersenjata, banyak berasal dari Sudan. Sudan adalah negara dengan sejarah konflik yang berlarut-larut.
Lebih dari dua juta anak usia sekolah dasar di Sudan tidak memiliki akses pendidikan. Di sana tidak ada sekolah sama sekali pasca perang.
Hal tersebut tidak hanya bisa diselesaikan dengan cara klasik membangun sekolah meski ada anggaran untuk infrastruktur. LSM War Child Holland bersama Universitas Perempuan Ahfad bekerja sama menemukan cara yang lebih efektif dan inovatif untuk memberikan akses pendidikan cepat bagi anak-anak Sudan.
Mereka menerapkan sarana permainan yang ada di dalam perangkat lunak untuk menjaring anak-anak agar mau belajar. Anak-anak itu juga akan dibimbing oleh fasilitator lokal yang terlatih dalam mengatasi masalah teknis gadget.
Proyek tersebut pertama dibuat pada 2013 dan terbukti sukses membantu anak-anak korban konflik mempelajari pelajaran matematika dalam game komputer.
“Proyek ini harus ada di berbagai tempat di Sudan. Kami memiliki harapan yang sangat tinggi bagi masa depan Sudan,” ujar seorang warga Sudan Mohammed.