Senin 23 Mar 2015 14:11 WIB

Yaman Bisa Jadi Skenario 'Irak-Libya-Suriah'

Rep: c07/ Red: Damanhuri Zuhri
Ribuan warga Yaman mendemo milisi Houthi.
Foto: Reuters
Ribuan warga Yaman mendemo milisi Houthi.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA - Dewan Keamanan PBB memperingatkan konflik Yaman bisa menjadi skenario Irak-Libya-Suriah berikutnya, jika masing-masing pihak masih terus saling berebut kekuasaan.

Dewan Keamanan PBB pun langsung mengadakan pertemuan dengan 15 anggota Dewan Keamanan, Ahad (22/3). Dalam pertemuan tersebut mediator PBB Jamal Benomar mengatakan konflik Yaman menuju perang saudara.

“Ini akan menjadi sebuah ilusi untuk berpikir bahwa Houthi bisa meningkatkan serangan dan berhasil menguasai seluruh negeri," kata Benomar melalui koneksi video dari Doha.

Menurutnya sama saja berpikir Presiden Hadi bisa merakit kekuatan yang cukup untuk membebaskan negara itu dari Houthi. "Setiap pihak yang ingin mendorong negara itu dari kedua arah akan menimbulkan konflik berkepanjangan dalam skenario gabungan Irak-Libya-Suriah," kata dia.

Sebelumnya, pada Ahad, Iran yang menjadi sekutu Houthi mengambil alih pusat kota Taiz dalam eskalasi perebutan kekuasaan yang menurut diplomat bisa menarik negara tetangganya, Iran dan Arab Saudi.

Pada hari yang sama, Dewan Keamanan PBB juga memberikan pernyataan mengecam pengambilalihan gedung pemerintahan di Yaman dan lembaga-lembaganya oleh Houthi. PBB mendesak pemberontak Houthi untuk mundur dan menyatakan dukungannya terhadap Hadi serta menuntut diakhirinya permusuhan.

Pernyataan itu juga mengancam "untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap pihak-pihak“ dalam konflik di Yaman. Pada November, Dewan Keamanan memberlakukan sanksi terhadap mantan presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, dan dua pemimpin Houthi.

"Jika ada langkah-langkah yang bisa kita ambil (untuk menghindari perang saudara) maka kita tentu harus mempertimbangkannya,” kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Mark Lyall Grant kepada wartawan sebelum pertemuan Dewan Keamanan. "Sanksi jelas pilihan utama."

Sebelumnya, presiden Hadi sudah meminta bantuan kepada Dewan Keamanan melalui surat yang ia kirimkan, Sabtu (21/3).

Hadi mendesak PBB membantu menghentikan konflik dan agresi militer tersebut. Duta Yaman untuk PBB Khaled Mohamed Hussein Alyemany juga meminta Dewan Keamanan “untuk mengekang genderang perang."

Kondisi Yaman tak kunjung stabil sejak rezim Ali Abdullah Saleh jatuh pada 2011 lalu. Hadi yang terpilih melalui pemilihan tunggal pada 2012 tak mampu membuat Yaman stabil.

September 2014, pemberontak Houthi berhasil menguasai ibukota Sanaa. Tak hanya berhenti di sana, pada awal 2015, pemberontak menguasai kediaman Hadi dan berhasil memaksa sang presiden mundur.

Pada Februari, Hadi melarikan diri ke Aden. Ia pun kembali menegaskan posisinya sebagai presiden sah Yaman. Hadi menyusun kekuatan di wilayah selatan yang mayoritas Suni. Ia juga menggandeng para pemimpin suku Suni.

Selain al-Houthi, Yaman juga merupakan rumah bagi al-Qaidah di Semenanjung Arab. Al-Qaidah merupakan kelompok teroris paling aktif dalam jaringan global dan telah melakukan serangan di dalam dan luar negeri. Dewan Keamanan menghawatirkan al-Qaidah bisa menarik keuntungan dari perseteruan pemerintah dan Houthi di Yaman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement