Selasa 24 Mar 2015 15:57 WIB

Satu dari Empat Perempuan di Nairobi Diperkosa, Ini Penyebabnya

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ilham
Pemerkosaan/ilustrasi
Foto: Antara
Pemerkosaan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Menurut  badan amal Ujamaa Afrika, satu dari empat wanita dan anak perempuan di daerah kumuh, Nairobi telah mengalami serangan seksual. Dari pengakuan para korban, pelaku utama pemerkosaan adalah pacar mereka sendiri.

Karena itu, mereka membuat program 'No Mean No Worlwide' yang mulai mengajarkan bela diri untuk anak-anak sekolah perempuan pada 2010. Pada tahun yang sama, Ujamaa memperluas program dengan memasukkan anak laki-laki dalam program tersebut. 

Ada beberapa penyebab mengapa angka kekerasan seksual di wilayah itu tinggi. Diantaranya, banyak anak lelaki menilai bila memperkosa gadis-gadis yang menerima kencan itu mahal. Bahkan, memperkosa wanita yang mau keluar pada malam hari adalah sah.

Sebelum kelas dimulai, data Ujamaa menunjukkan lebih dari 80 persen anak laki-laki mengatakan, perempuan yang menegenakan rok mini mengundang gairah mereka untuk berhubungan seks. Namun, angka tersebut turun menjadi 30 persen usai mengikuti kelas. "Ini karena cara mereka dibesarkan," kata salah seorang pengajar, Collins Omondi.

Sementara itu, kata Omondi, kekerasan terhadap perempuan merupakan hal umum di Kenya. Sekitar satu lusin wanita ditelanjangi dan diserang tahun lalu karena menganakan rok mini atau pakaian lainnya yang dianggap tidak sopan.

Menurut data pemerintah tahun 2008/2009, hampir setengah dari perempuan Kenya, bahkan yang pernah menikah telah disiksa secara fisik oleh suami mereka. Sebanyak 53 persen wanita di sana percaya bahwa pria memiliki hak untuk memukul istri mereka karena beberapa alasan, seperti berdebat, mengabaikan anak-anak atau pergi tanpa memberi tahu para suami.

"Ayah mereka telah menjadi laki-laki kasar, telah memukul ibu mereka," kata Omondi.

Program Ujamaa ini menggunakan teori belajar sosial di mana seseorang menyalin perilaku orang-orang di sekitarnya. Dengan begitu, akan didapatkan anak laki-laki yang membela perempuan dan mengubah norma-norma sosial.

Hal ini dapat melibatkan tindakan-tindakan sederhana, seperti berjalan menjauh dari teman sekelas yang berbicaraa buruk tentang seorang gadis.

Osmondi menjelaskan, keberanian adalah salah satu pelajaran utama. Banyak anak laki-laki mengaku tidak bisa campur tangan ketika seorang gadis sedang dilecehkan karena mereka tidak percaya diri. "Tapi Anda bisa berdiri dan mengatakan: 'Tidak, orang ini melakukan sesuatu yang salah'. Dari situ banyak orang lain yang akan bergabung dengan Anda," ujarnya.

Pada akhir kelas, anak laki-laki di sekolah menengah Makongeni, Nairobi berteriak guna membangun kepercayaan diri mereka. Seluruh siswa melakukan tinju ke udara sambil berteriak "Saya punya semangat... Saya punya pikiran."

Sementara itu, di seberang kamp, anak perempuan juga melakukan hal serupa. Mereka berteriak "Aku berbahaya... Jangan sentuh tubuhku... Hormati tubuhku."

Salah satu guru di sekolah, Jacklyne Anusu mengatakan, jumlah anak putus sekolah karena hamil telah menurun sejak Ujamaa mulai mengajar di sekolah. "Gadis-gadis telah menjadi kuat. Anak-anak mencoba untuk menerimnya juga. Mereka menyadari bahwa mereka adalah saudara kita. Kita harus membantu mereka tumbuh," ungkapnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement