Kamis 26 Mar 2015 19:06 WIB

Jokowi Terlalu Sibuk Angkat Telepon Abbott

Rep: C15/ Red: Didi Purwadi
Perdana Menteri Australia Tony Abbott bertemu Presiden Jokowi.
Foto: Twitter
Perdana Menteri Australia Tony Abbott bertemu Presiden Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, kembali mencoba menghubungi Presiden Joko Widodo melalui saluran telepon untuk membahas dua terpidana mati Bali Nine. Tapi sayangnya, karena terlalu sibuk, Jokowi belum sempat mengangkat telepon dari Abbott.

"Presiden sangat sibuk, karena banyak jadwal untuk keluar negeri, jadi komunikasi dengan Pak Presiden agak sedikit terhambat," ujar Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, di Canberra, Kamis (26/3), seperti dilansir Sunday Morning Herald.

Sebelumnya, pada Maret, Abbott pernah menelepon Jokowi untuk kembali mempertimbangkan atas putusan penolakan grasinya. Melalui sambungan telepon tersebut, Jokowi akhirnya memberikan kesempatan bagi kedua terpidana untuk menyelesaikan upaya hukum yang saat ini sedang dilakukan.

Sayangnya, setelah perbincangan pada awal Maret tersebut, komunikasi tersebut akhirnya tak lagi bisa berlanjut mengingat jadwal presiden yang padat mengadakan kunjungan ke luar negeri. Abbott coba dua kali menghubungi Jokowi.

''Yang kedua dan ketiga kalinya, Presiden begitu sibuk,'' katanya. "Seperti yang Anda tahu, program pertama Presiden adalah mengunjungi rakyatnya, ke provinsi, tidak hanya di Jawa, di Kalimantan atau Sumatera, tetapi juga di Papua. Jadi, ada banyak kunjungan yang ia harus membuat."

Namun, Kesoema menekankan hal tersebut bukan sebuah masalah. Hubungan kedua negara masih baik hingga saat ini.

Dilain pihak, kuasa hukum terpidana duo Bali Nine sedang menghadapi upaya hukum melalui jalur peninjauan kembali terhadap putusan penolakan grasi oleh Presiden. Rencananya, Senin pekan depan sidang PK akan digelar.

Leonard Aritonang, pengacara dua Bali Nine tersebut akan menghadirkan saksi ahli. Selain itu, pihak kuasa hukum Bali Nine juga menyerahkan bukti tertulis seperti UU, Konvensi Internasional untuk menjadi bahan pertimbangan Hakim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement